Kamis, 05 November 2015

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN (Artikel Materi Biologi 2 )



PENGARUH  DAUN SAMBILATO (Andrographis Paniculata, Nees)
TERHADAP  STRUKTUR MIKROANATOMI, KADAR SGPT DAN SGOT TIKUS PUTIH

 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri
Mata Kuliah          : Fisiologi Hewan       
Dosen                    : Yuyun Maryuningsih, S.Si, M.Pd.

                                                                    



Disusun Oleh :
Amy Retno Galih
(14121620634)



Tarbiyah IPA Biologi C / VI
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga perut bagian kanan atas. Organ ini mempunyai peran yang penting karena merupakan regulator dari semua metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai komponen protein, pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat vital. Selain itu, juga merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam empedu serta pusat pendetoksifikasi racun dan penghancuran (degradasi) hormon-hormon steroid seperti estrogen, tetapi hati merupakan organ yang paling sering mengami kerusakan dan bisa sampai berakhir menjadi kegagalan hati. Kerusakan hati dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik karena virus ataupun senyawa toksik yang terdapat di dalam obat. Salah satu indikator rusaknya hati adalah menigkatnya kadar enzim-enzim hati dalam serum, termasuk menigkatnya kadar SGPT dan SGOT atau juga dinamakan AST. SGOT adalah kepanjangan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase sementara SGPT adalah kepanjangan dari Serum Glutamic Pyruvic Transaminase. SGOT SGPT adalah enzim yang diproduksi didalam hati. Dalam keadaan normal, enzim ini akan diam didalam sel hati, namun apabila kondisi hati terluka, maka hati pun akan mengeluarkan enzim ini (SGOT SGPT) kedalam darah. Maka dari itu apabila kadar SGOT SGPT dalam darah berlebihan, sudah bisa dipastikan bahwa hasil tes darah akan menunjukn nilai SGOT atau SGPT diatas ambang batas normal.
Metabolisme di dalam hati mempunyai fungsi untuk melindungi jaringan-jaringan lain dari senyawa kimia yang berpotensi berbahaya yang terlarut dalam darah. Tetapi ironisnya hasil dari detoksifikasi itu justru membuat kerusakan kronis hati itu sendiri. Sehingga hati menjadi organ yang potensial untuk terjadinya jejas mematikan oleh senyawa-senyawa kimia termasuk CCl4 (Karbon Tetraklorida). CCl4 menginduksi terjadinya kerusakan hati seperti yang diakibatkan oleh radikal bebas. CCl4 bukan hanya menginduksi terjadinya nekrosis tetapi juga apoptosis. Salah satu penyebab yang mempunyai hubungan penting dengan terjadinya kerusakan jaringan pada keadaan-keadaan patologi termasuk penyakit hati adalah oleh adanya radikal bebas Radikal bebas akan menginduksi terjadinya kerusakan sel yang akan berdampak pada banyak munculnya patobiologi, keganasan, proses penuaan, timbulnya penyakit degeneratif dan lain-lain. Pertahanan terhadap radikal bebas di dalam tubuh manusia tidak sempurna sehingga stres oksidatif masih bisa terjadi. Komponen yang bisa menetralisir bahaya radikal bebas adalah antioksidan. Sambilato merupakan salah satu daun yang mengandung banyak antioksidan dan sering digunakan sebagai obat oleh sebagian orang.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun sambilato terhadap kadar SGPT dan SGOT tikus putih yang terpapar CCL4 (karbon tetraklorida)?
2.      Bagaimana pengaruh ekstrak daun sambilato (Andrographis paniculata Ness) terhadap kerusakan struktur mikroanatomi hepar tikus putih?
3.      Berapa dosis pemberian ekstrak daun sambilato yang berpengaruh nyata terhadap perbaikan kerusakan struktur mikroanatomi hepar dan kadar SGPT, SGOT tikus putih yang terpapar CCL4 (karbon tetra klorida)?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari masalah ini adalah sebagai berikut:.
1.      Dapat mengeatahui bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun sambilato terhadap kadar SGPT dan SGOT tikus putih yang terpapar CCL4 (karbon tetraklorida).
2.      Dapat mengetahui apa pengaruh ekstrak daun sambilato (Andrographis paniculata Ness) terhadap kerusakan struktur mikroanatomi hepar tikus putih
3.      Dapat mengetahui berapa pemberian ekstrak daun sambilato yang berpengaruh nyata terhadap perbaikan kerusakan struktur mikroanatomi hepar dan kadar SGPT, SGOT tikus putih yang terpapar CCL4 (karbon tetra klorida).

















BAB II
PENGARUH DAUN SAMBILATO (Andrographis Paniculata, Nees) TERHADAP  STRUKTUR MIKROANATOMI, KADAR SGPT DAN SGOT TIKUS PUTIH
A.    Pengaruh Pemberian Eekstrak Daun Sambilato Terhadap Kadar SGPT dan SGOT Tikus Putih yang Terpapar CCL4 (karbon tetraklorida)
Berdasarkan Juwita (2011) Sambilato merupakan tanaman liar yang banyak tersebar di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia tinggi tanaman dapat mencapai 1 m, dengan batang berbebntuk segi empat, daun tunggal letak berhadapan tangkai daun sangat pendek bahkan hampir tidak betangkai bentuk lanset ukuran kira-kira 12 cm x 13 cm bertepi rata permukaan atas berwarna hijau tua permukaan bawah berwarna lebih pucat. Bunga majemuk, bentuk malai, ukuran kecil, berwarna putih, terdapat diketiak dan ujung tangkai. Buah kecil ukuran memanjang lebih kurang 0,30-0,40 cm x 1,50 - 1,90 cm, berlekuk, terdiri dari dua rongga, berwarna hijau dan akan pecah bila buah masak, biji kecil, gepeng, berwarna hitam.
Berdasarkan Wahyuni (2005) Sambilato mengandung senyawa andrograpolid terutama dibagian daun dan batangnya. Didalam daun kadar senyawa ini sekitar 2,5-4,8% dari berat keringnya. Diduga senyawa ini merupakan bahan aktif daun sambilato yang mengandung unsure-unsur mineral seperti kalsium, natrium, kalsium dan asam kersik. Selain itu sambilato juga mengandung laktone, minyak atsiri, flavonoid. Andrograpolid adalah merupakan komponen utama sambilato yang mempunyai multi  efek farmakologis. Zat aktif ini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker hati, payudra, prostat. Selain itu juga dapat meningkatkan produksi anti bodi sehingga ekstraknya dapat digunakan sebagi salah satu penghambat virus HIV. Sambilato juga dapat berfungsi sebgai hepatoprotektor yaitu pelindung sel hati dari zat yang bersifat toksik.
Berdasarkan Juwita (2011) Tanaman smbilato mengandung lakton (deoksi-andrograpolid, andrograpolid, 14-deoksil -11, neoandrografolid, 12-didehidro-andrograpolid dan moandrografolid dan flavonoid ( alkan, keton, aldehid). Daun mengandung saponin, flavonoid dan tannin. Akar mengandung flavonoid seperi polimetoksiplavon, andrografirin, panicolin, mono-o-metil, dan apigenin -7,4 di-metil eter. Sambilato berkhasiat bisa menyembuhkan penyakit hepatitis, infeksi saluran empedu, disentri, basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsillitis), abses paru, malaria, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas (bronchitis), radng ginjal akut ( pielonofritis), radang telinga tengah, radang usus buntu, sakit gigi, demam, kencing nanah, (gonore), kencing manis (diabetes mellitus). TB paru, batuk rejan (pertusis), sesak nafas (asma), darh tinggi (hipertensi), kusta (lepra), keracunan jamur, serta kanker.
Berdasarkan Sagita (2006) Sambiloto (Andrographis paniculata) adalah tumbuhan khas daerah teropis yang dapat tumbuh dimana saja. Daun sambiloto digunakan untuk berbagai keperluan. Daun sambiloto ini mengandung senyawa andrographolide. Senyawa ini terasa pahit, tapi memiliki sifat melindungi hati. Penilitian membuktikan bahwa senyawa ini mampu melindungi hati dari efek negatif galaktosamin dan parasetamol. Senyawa ini juga berperan besar dalam menurunkan enzim CDK4 sehingga menekan pertumbuhan sel kangker. Senyawa andrographolide juga berkhasiat meninggalkan kekebalan tubuh. dan jugaBerdasarkan (Wulandari (Hyne) 2006) Sambilato secara tradisional digunakan sebagai obat penyakit gula, demam, tipes, gatal kulit, obat gigitan ular, antireumatik, sakit kuning dan obat peluntur kehamilan. Khasiat sambilato diduga karena kandungan senyawa kimia didalamnya. Tanaman sambilato mengandung senyawa golongan fenol, flavonoid, alkaloid, kalium, natrium, dan asam kersik. Senyawa kimia yang telah berhasil diisolasi adalah andrografolid A, B, C, D, E dan F. Senyawa kimia yang diduga berperan dalam fungsi pertlindungan hati adalah andrografolid.
Berdasarkan Wahyuni (2005) daun sambilato mengandung senyawa flavanoid yang dapat diisolasi dari akar, daun dan batangnya, meliputi Polimetoksiplafon, andrographolid, ikulin dan apigenin 7.4 dimetileter. Zat aktif andrographolid terbukti berkhasiat sebagai hepatographolid yaitu melindungi hati dari zat toksik.
Sambilato merupakan salah satu tanaman tradisional yang bisa dijadikan obat kerusakan pada hepar, hal ini karena dalam ekstrak daun sambilati terdapat senyawa andrografolid yang berfungsi untuk mengobati kerusakan pada hati dengan cara menurunkan kadar SGPT dan SGOT pada hati.
Berdasarkan Panjaitan (2007) karbon tetra klorida (CCL4) merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan kearacuna. Dalam endoplasmic reticulum hati CCL4 dimetabolismekan oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCL3). Triklorometilperoxi dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoxi yang dapat menyerang lipid membawa endoplasmic reticulum dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya triklorometiperoxi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostatis Ca 2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel. Penyusunan utama membaran sel adalah lipid, protein, karbohidrat. Lipid yang meyusun membrane adalah fosfolipid. Fosfolipid merupakan molekul yang bersifat amfipatik, artinya memiliki daerah hidrifilik dan hidrofobik.
Berdasarkan Wahyuni (2005) Penelitian terhadap radikal bebas seringkali menggunakan karbon tetraklorida (CCL4) karena karbontetraklorida dapat menginduksi terjadinya kerusakan (nekrosis) hati. Radikal bebas dapat diredam oleh suatu antioksidan. Dalam kondisi normal radikal bebas jumlahnya seimbang dengan antioksidan sebagai suatu mekanisme pertahana. Hati berfungsi sebagai system pertahanan tubuh tentunya juga memiliki system antioksidan yang cukup baik. Tetapi bila hati telah rusak karena bahan toksik, maka perlu diberi tambahan antioksidan dari luar. Diantaranya terdapat pada tanaman yang mempunyai fungsi hepatoprotektif terhadap kerusakan yang diinduksi oleh bahan toksik yaitu sambilato.
Berdasarkan Wahyuni (2005) Kabontetraklorida merupakan gas yang sangat larut dalam lemak dan apabila masuk tubuh baik melalui saluran pernafasan, pencernaan ataupun intravena maka akan didistribusikan luas keseluruh tubuh. Pada tingkat toksik yang diberiakan pada hewan percobaan akan terjadi akumulasi lemak dalam hati, karena hambatan sintesa lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati.
Berdasarkan Andi (2006) SGOT /SGPT adalah enzim yang berkaitan dengan fungsi hati dan konversi glukosa dan biasanya ditemukan di mitokondria sel hati. Tingkat yang berbeda dari enzim ini dapat menunjukkan perbedaan kondisi dan penyebab. Ini mungkin termasuk penyakit kandung empedu, hepatitis, fatty liver sirosis, mononucleosis menular, alkoholisme, obat-obatan dan keracunan obat, CHF, serangan jantung, kerusakan otot  jantung,cedera otot rangka, infark ginjal, beberapa jenis anemia, dan keganasan.  ALT (SGPT) dan AST (SGOT) adalah enzim-enzim dibuat didalam sel-sel hepar. Mereka juga dikenal sebagai transaminase. Hepar ini menggunakan enzim-enzim ini untuk metabolisme asam amino dan untuk membuat protein. Ketika sel-sel hepar rusak atau mati, ALT dan AST bocor ke dalam aliran darah dan menyebabkan kadar mereka meningkat dalam darah. SGPT adalah Enzym yang berfungsi sebagai katalis berbagai fungsi tubuh. Enzym ini ditemukan paling dominan di sel hepar, selain konsentrasi kecil ditemukan di jantung, ginjal dan otot. Variasi level serum ini digunakan untuk: mendiagnosa penyakit hati dan monitoring terapi penyakit hati. Sedangkan SGOT adalah enzym yg ditemukan di jaringanatau sel yang mempunyai aktivitas metabolik tinggi misal di jantung, hepar dan otot bergaris. Enzym ini dikeluarkan ke aliran darah krn adanya jejas atau kematian sel.
Ekstrak daun sambilato dapat mencegah kerusakan hati dengan cara menurunkan kadar SGOT dan SGPT. SGOT dan SGPT merupakan enzim yang jumlahnya dihasilkan sangat berlebihan bisa mencapai 10-500 kali lebih banyak dibandingkan pada saat hati dalam keadaan normal. Telah Banyak penelitian yang dilakukan bahwa ekstrak daun sambilato bisa menurunkan kadar SGOT dan SGPT dalam hati. Dengan turunnya kadar SGPT dan SGOT hewan percobaan menunjukan bahwa daya andrographolid sebagi antioksidan lebih efektif pada dosis 50%. Mekanisme kerja andrographolid sebagai antioksidan adalah mengeliminasi pengaruh kereaktifan CCL4 yang dapat meningkatkan produksi ROS dengan menurunkan energy ikatan antara radikal bebas dengan reseptor yang ada didalam hati, dimana semula ikatan tersebut menghasilkan produk yang berbahaya sehingga hati akan mengalami kerusakan yang bertahap (primer sampai tersier) hingga dapat mencapai tingkat tertentu yang mengakibatkan terganggunya fungsi hati, menjadi produk yang tidak toksik setelah terjadi ikatan dengan antioksidan(andrographolid).
Berdaskan Andi (2006) Andrographolid dengan cincin C seperti pada flavonoid dimana ikatan rangkap yang pada posisi C2 dan C3 memberikan kontribusi pada aktivitas  sebagi antioksidan atau menghambat reaksi oksidasi yang terjadi dalam tubuh. Andrographolid juga mapu menghambat terbentuknya lipid peroksidase sebagi bentuk kerusakan sekunder pada hati akibat adanya radikal bebas atau nekrosis. Ketika sel hati tidak mengalami kerusakan maka enzim GOT dan GPT tidak masuk dalam peredaran darah dalam jumlah yang besar (normal). Sebagi suatu bahan alam, maka kerja daun sambilato sebagai hepatoprotektor tidaklah hasil dari suatu senya tunggal saja, namun merupakan kerja dari campuran senyawa yang terkandung daun sambilato.
B.     Pengaruh Ekstrak Daun Sambilato (Andrographis paniculata Ness) Terhadap Kerusakan Struktur Mikroanatomi Hepar Tikus Putih
Berdasarkan Juwita (2011) Unsur structural utama dalam hepar adalah sel-sel hepar (hepatosit). Sel-sel hepar berkelompok dalam susunan yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga terlihat sebagi unit structural yang disebut lobus hepar. Sel hepar merupakan 60% bagian hepar. Lobulus hepar merupakan prisma polygonal dengan ukuran lebih kurang 1 sampai 2 mm, dan biasanya terlihat heksagonal pada potongan melintang vena sentralis ditengah dan dikanan portal tepian pada sudut-sudutnya. Lobulus hepar mempunyai makna fungsional yaitu merupakan suatu unit structural yang mengalirkan darah kevena lobular (vena sentralis). Suatu lobus portal mempunyai kanal portal sebagai pusatnya dan terdiri dari jaringan yang menyalurkan empedu kedalam duktus bilaris di daerah tersebut.
Berdasarkan Juwita (2011) Kerusakan-kerusakan hati yang terjadi dapat diatasai dengan upaya prepentiv (hepatoprotektif) dan kuratif (antihepatoksik). Upaya prepentiv merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah kerusakan sel-sel hati melalui pencegahan kekambuhan, pencegahan komplikasi, dan perlindungan hati dari aneka hepatoksin, sedangkan kuratif merupakan upaya-upaya yang digunkana untuk mengobati kerusakan sel-sel hati dengan cara mengurangi peradangan, mengurangi gejala kerusakan, serta merangsang regenerasi sel hati.
Berdasarkan Wulandari (2005) Hepar sebagai organ utama yang bertanggung jawab melakukan uji detoksifikasi merupakan organ yang palling rentan terhadap keerusakan sel. Kerusakan pada hepar dapat dilihat melalui gambaran struktur mikroanatomi maupun perubahan biokimia seperti kenaikan kadar enzim hepar dalam serum. Irisan hepar yang digunakan untuk penelitian ini adalah irisan hepar bagian lobus sebelah kanan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mikroanatomi yang relative seragam. Setelah dilakukan penelitian terhadap mikroanatomi hepar tikus putih dengan beberapa perlakuan berbeda. Selain dapat diindikasi dengan adanya kadar enzim  SGOT dan SGPT yang meningkat saat terjadi kerusakan hati. Struktur anatomi pada hati yang mengalami kerusakan akan berbeda dengan hati yang sehat atau tidak mengalami kerusakan.
Berdasarkan Panjaitan (2007) yang melakuakan penelitian terhadap empat kelompok tikus putih yang tiap kelompoknya terdiri dari 3 ekor. Kelompok pertama merupakan kontrol tanpa pemberian ccl4, kelompok selanjutnya dibedakan dalam pemberian ccl4 dosisnya berturut-turut yaitu (0,1, 1,0 dan 10ml/kg BB masing-masing hanya diberikan selama percobaan. Pemberian ccl4 dilakukan dengan cara penyuntikan secara intrapersonal.
Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa kelompok yang medapat ccl4 1 dan 10 ml/kg BB mengalami setosis. Seatosis merupakan gambaran patologi yang ditandai dengan akumulasi lemak didalam sel hati yang disebabkan oleh gangguan metabolism lipid dihati. Ada beragam factor penyebab terjadinya steatosis secara garis besar dibedakan atas factor primer yakni obesitas, hiperlipidemia dan resistensi insulin, serta factor sekunder yang meliputi diet yang tidak seimbang, malabsorbsi, kehamilan, alcohol, serta obat-obatan antara lain aspirin dan tetrasiklin. Reactive oxygen species (ROS) selain dapat merusak membrane sel juga dapat meruasak komponenl termasuk asam nukleat, protein dan lipid. DNA mitokondria tidak tahan terhadap serangan radikal bebas sehingga membrane bagian dalam mitokondria juga menjadi ikut rusak. Peroksidasi lipid selanjutnya mengubah DNA mitokondria dan menggangu kestabilan membaran sel, propagasi siklus oksidatif stress secara besar-besaran yang diikuti dengan peradangan. Peningkatan level oksidatif digambarkan dengan megamitokondria dan steathopatitis nonalkolik.
Menurut (Panjaitan (Mohsen) 2007) radikal bebas dapat menyebabkan stress oksidatif yang ditandai dengan kerusakan membrane sel dan protein, termasuk enzim, akibat gangguan pada permeabilitas membrane dan fungsi membrane itu sendiri.
C.    Konsntrasi Pemberian Ekstrak Daun Sambilato yang Berpengaruh Nyata Terhadap Perbaikan Kerusakan Struktur Mikroanatomi Hepar dan Kadar SGPT, SGOT Tikus Putih yang Terpapar CCL4 (karbon tetra klorida)
Berdasarkan Juwita (2014) hati rentan terkena bahan-bahn toksik, mikroba dan terhadp gangguan sirkulasi. Karbon tetraklorida merupakan salah satu zat toksik yang bisa menyebabkan kerusakan hati. Meskipun setelah cedera masa hati dapat pulih kembali dalam waktu beberapa minggu oleh proses regenerasi secara fisiologis,
Berdasarkan (Wahyuni, 2005) yang telah melakukan penelitian terhadap pemberian ekstrak daun sambilato  dengan konsentrasi berbeda-beda yaitu 30%, 40% dan 50% dan juga pada tikus putih yang hanya diberi CCL4 sebanyak  50% serta pada pada tikus putih yang hanya diberi atau diinduksi aquades maka hasilnya berbeda-beda.
 
Dari table pengamatan ini terlihat perbedaan kadar SGPT dan SGOT pada tikus putih yang diberi perlakuan hanya diberi aquadest, diberi CCL4 50%, diberi 30% ekstrak daun sambilato + CCL4, diberi 40% ekstrak daun sambilato+ CCL4, dan yang diberi 50% ekstrak daun sambilato +CCL4.  Kadar SGPT dan SGOT terbanyak terdapat pada tikus putih yang diberi perlakauan berupa diberi CCL4 50% tanpa diberi ekstark sambilato.
Selain itu dilakukan juga uji anova satu factor dan hasilnya adalah:
Dari tabel diatas mennjukan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata antara perlakuan dekok atau ekstrak daun sambilato yang diberikan terhadap kadar SGPT tikus putih yang diberikan perlakuan.
Dari tabel tersebut Nampak bahwa nilai SGPT tertinggi terdapat pada hewan coba yang diberi CCL4 saja tanpa diberi dekok atau ekstrak daun sambilato dengan rata-rata kadar SGPT 242.703 U/liter sedangkan nilai SGPT terendah didapatkan pada control, yaitu yang hanya diberi aquadest saja tanpa diberi ekstrak daun sambilato maupun CCL4 dengan rat-rata kadar SGPT 12.205 U/liter sedangkan pada pemberian dekok daun sambilato yang kemudian diberi CCL4 terlihat bahwa semakin banyak penggunaan dekok daun sambilato, kadar SGPT nya semakin turun.
Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan terlihat bahwa secara umum perlakuan induksi CCL4 dapat menyebabkan tingginya kadar SGPT dan SGOT. Pemberian ekstrak daun sambilato yang semakin tinggi dosisnya menunjukan rata-rata harga SGPT dan SGOT yang semakin rendah. Hal tersebut ditunjukan oleh perlakuan dengan dekok daun sambilato dengan dosis 30% menghasilkan rata-rata kadar SGPT adalah 230.732 U/liter dan rata-rata kadar SGOT 240.188 U/liter, perlakuan dengan dekok daun sambilato dengan dosis 40% menghasilkan rat-rat kadar SGPT adalah 72.953 U/liter dan rata-rat kadar SGOT 85.662 U/liter, sedangkan perlakuan dengan dekok daun sambilato dengan dosis 50% menghasilkan rata-rata kadar SGPT adalah 63.475 U/liter. Hasil pemeriksaan aktivitas SGOT dan SGPT setelah dilakukan analisis statistic menggunakan uji anova satu factor menunjukan bahwa ada perbedaan yang nyata antar pemberian perlakua dosis dekok sambilato dengan dosis yang berbeda-beda yang kemudian diberi CCL4 pemberian dosis tunggal CCL4 dan kontrol yang hanya diberi aqudes saja.
            Dari ketiga perlakuan pemberian sambilato dengan berbagi dosis yakni antara lain pemberian sambilato dosis 30%, 40% dan 50% yang paling efektif untuk menurunkan kadar SGPT atau SGOT pada tikus putih yang diindikasi CCL4 adalah perlakuan demgan pemberian sambilato 50%, yakni rata-rata kadar SGOT pada tikus putih yang diindikasi dengan CCL4 adalah perlakuan dengan pemberian sambilato 50%, yakni rata-rata kadar SGPT 63.475 U/liter dan rata-rata kadar SGOT 69.499 U/liter. Harga SGPT ini mendekati harga normal pada tikus putih. Sedang harga SGOTnya sudah termasuk normal, bila dikaitkan dengan range SGPT dan SGOT yaitu SGPT tikus putih normal yaitu 17,5-30,2 U/liter. Sedangkan SGOT normal 45,7-80,8 U/liter. Penurunan harga SGPT dan SGOT pada dosis dekok daun sambilato yang semakin tinggi ini mungkin disebabkan dosis 50% memiliki kadar andrographolid yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis pemberian lainnya. Sedangkan andrographolid merupakan antioksidan yang dapat meredam radikal bebas yang diakibatkan oleh pemberian CCL4.
Berdasarkan Wahyuni (2005) pengujian SGOT dan SGPT sebagai indikasi kerusakan hati sampai saat ini terbukti paling praktis. Produksi peroksida lipid akan menyebabkan integritas membaran membrane terganggu. Gangguan integritas membrane menyebabkan kelurnya berbagi isi sitoplasma, antar lain enzim GPT. Efek toksis dari CCL4 dapat mengakibatkan kerusakan hati yang salah satunya ditandai oleh meningkatnya kadar SGPT dan SGOT dalam darah. Kadar normal SGOT pada manusia normal adalah 5-40 unit perliter, sedangkan SGPT 5-35 unit perliter. Kadar normal pada hewan-hewan percobaan mencit (Mus musculus) memiliki SGPT(2,1-23,8 U/liter) dan SGOT (23,2-48,4 U/liter), sedangkan tikus putih mempunyai SGPT (17,5-30,2 U/liter) dan SGOT (45,7-80,8 U/liter).
Meskipun daun sambilato mengandung senyawa aktif andrographolid yang berfungsi sebagi antioksidan terhadap radikal bebas, namun dalam daun sambilato juga terdapat senyawa-senyawa lain yang dapat bekerja sinergis dengan andrographolid, seperti asam askorbat. Sebagi bahan alam tentu saja juga terkandung senyawa – senyawa yang bekerja antagonis oleh karena itu dosis yang berlebihan tidak disarankan dalam penggunaanya. Dari penelitian ini didapatkan hasil yang meyakinkan bahwa dosis daun sambilato 50% mampu berfungsi sebagai hepatofaktor dengan ditandai dengan menurunnya kadar SGPT dan SGOT.
Penggunaan dosis ekstrak daun sambilato telah terbukti dapat menurunkan kadar SGPT dan SGOT pada hati tikus putih yang mengalami kerusakan, akan tetapi untuk dosis yang digunakan tergantung pada kerusakan hati yang terjadi pada tikus tesebut karena selain mengandung senyawa andrographolid senyawa ini juga mengandung senyawa lain yang bersifat toksik, sehingga apabila digunakan dengan dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan kelainan yang berhubungan dengan struktur hati. Setelah dilakukan percobaan pada tikus putih dan hasilnya efektif bahwa ekstrak daun sambilato dapat menrunkan kadar SGP dan SGOT tikus putih yang terkena radikal bebas berupa CCL4 (karbon tetraklorida) maka ekstrak daun sambilato ini pun bisa digunakan untuk pengobatan kerusakan hati yang terjadi pada manusia yang tidak menimbulkan efek yang membahayakan seperti obat-obat kimia lainnya dan tentu saja penggunaan ekstrak daun sambilato ini pun dengan dosis yang dibutuhkan tidak kurang ataupun berlebihan.






BAB III
SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pemberian ekstrak daun sambilato sangat berpengaruh terhadap kadar SGPT dan SGOT tikus putih yang terkena ( radikal bebas ) karbon tetraklorida.
2.      Pemberian ekstrak daun sambilato dapat mengobati struktur mikroanatomi hepar yang terkena radikal bebas.
3.      Konsentrasi ekstrak daun sambilato yang paling baik untuk menurunkan kadar SGPT dan SGOT pada tikus putih yaitu yang memiliki konsentrasi 50%. Akan tetapi pemberian konsentrasi ekstrak daun sambilao juga harus disesuaikan dengan kerusakan hepar yang terjadi, karena pemberian ekstrak daun sambilato yang belebihan juga dapat mengakibatkan efek negative.
















Daftar Pustaka
Andi. 2006.Pengaruh Ekstrak Andrographis paniculata (Sambilato) Terhadap Kadar Serum Glutamat Pirivat Transaminase (SGPT) Tikus Wistar Yang di Beri Paracetamol. Karya Tulis Ilmiah Kedokteran.
Juwita, Ida Lestari. 2011. Efek Hepatoprotektif Kombinasai Infusa Akar Tapak Lima (Elephanthopus Scaber) dan Daun Sambilato (Andrographis paniculata). Pada Tikus Yang Diinduksi Karbon tetraklorida. Skripsi Penelitian Ekstensi Farmasi.
Sagita, Anggraeni. 2006. Pengaruh Ekstrak Andrographis paniculata (Sambilato) Terhadap Kadar Serum Glutamat Oskaloasetat Transaminase Pada Tikus Wistar Yang diberi Paracetamol. Karya Tulis Ilmiah Kedokteran.
Panjaitan, Putri dkk. 2007. Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus. Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol.11 No. 1. 11-16.
Wahyuni, Sri. 2005. Pengaruh Daun Sambilato (Andrographis paniculata) Terhadap Kadar SGPT dan SGOT Tikus Putih. Jurnal Penelitian Biologi, Vol 1 No, 45-53.
Wulandari, Tri. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Sambilato (Andrographis paniculata) Terhadap Struktur Mikroanatomi Hepar dan Kadar Glutamat Piruvat Transaminase Serum Mencit (Mus musculus) Yang Terpapar Diazionin. Skripsi Penelitian Biologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar