Kamis, 22 Oktober 2015

Sejarah Desa Sindanghaji Kec.Palasah Kab. Majalengka



SEJARAH DESA SINDANGHAJI

Disusun oleh : Amy Retno Galih

            Suatu tempat atau daerah  mempunyai kronologis yang berbeda  dalam awal berdirinya dan perkembangan selanjutnya, ini biasanya disebut sejarah. Dalam sejarah setidaknya ada empat unsur  pendukung, diantaranya:  pelaku, kejadian, waktu dan tempat kejadian.  Biasanya sebelum menjadi catatan dan  menjadi dokumen sejarah seperti ceritera rakyat lainnya dapat lestari dan terpelihara karena menjadi ceritera turun temurun dari generasi ke generasi  lainnya  saecara terus menerus dan berkelanjutan sehingga menjadi catatan sejarah yang kekal, tidak berubah dan terinventarisir dalam hati setiap generasi dan  ketu- runan para pelaku sejarah.
Nama suatu tempat seringkali dikaitkan dengan peristiwa penting  atau nama pelaku sejarah di awal berdirinya suatu tempat, saya ambil contoh “Cirebon,” sebagian kalangan mayarakat mengasumsikan yang akhirnya menjadi cerita turun temurun, bahwa di salah satu  perairan  di wilayah yang sekarang disebut Cirebon ditemukan sekumpulan udang-udang kecil (rebon).  Ci berarti air dan rebon artinya udang kecil. Sejak itu wilayah tersebut  dinamakan  daerah Cirebon. Kita juga mengenal  Leuwimunding  yang  terdiri  dari  dua  kata :  leuwi  (bhs.sunda) artinya bagian  sungai  yang  dalam,  munding  (bhs. Sunda) artinya kerbau, Jatiwangi teridiri dari dua kata: jati yaitu sejenis tanaman  keras, wangi artinya harum, dan banyak lagi nama-nama desa atau  daerah  lainnya  yang di dalamnya mempunyai latar belakang peristiwa penting pada waktu itu.  Pemberian nama selain sebagai upaya pengidentitasan desa atau wilayah tersebut bertujuan untuk  mengingat  peristiwa  penting  dan  bersejarah, makanya pemberian nama seantiasa menggunakan kata baku dan  mudah  diingat.
Seperti kita ketahui bersama, bahwa bangsa kita mengalami fase  kebudayaan, kepercayaan dan agama. Sebelum berkembangnya islam di tanah jawa ini, dari mulai animisme dan dinamisme, sejalan dengan  perkembangan peradaban dan kebudayaan juga perekonomian, setelah hindu- budha masuklah Agama Islam ke nusantara yang dibawa oleh Pedagang Gujarat melalui Kerajaan Samudera Pasei di tatar yang sekarang disebut Sumatera.  Dari sana Agama Islam masuk ke Tanah Jawa melalui  Cirebon dan  Banten. Seperti  juga di kalangan Kristen yang punya zending dan misionaris,  para pemuka Agama Islam menugaskan beberapa inohongnya untuk  menyebarkan  ajaran  Agama Islam di Wilayah Kerajaan Cirebon dan sekitarnya.
            Dikisahkan perkiraan pada abad  XVII,   dimasa   perkembangan  Agama Islam di Tatar Jawa Dwipa terutama di Kerajaan  Cirebon,  berangkatlah  para pembawa dan penyebar ajaran Agama Islam menuju tatar kulon Cirebon (Wilayah Barat Cirebon). Rombongan pengembara itu terdiri dari  lima belas orang, dan dalam perkembangan selanjutnya  merekalah  yang  mewarnai  tata kehidupan sosial, agama, budaya, dan adat istiadat masyarakat Desa Sindanghaji dan sekitarnya pada masa itu. Adapun para pengembara itu adalah :
1.      Buyut Pernata kusuma
2.      Buyut Sura Menggala
3.      Buyut Sangkin
4.      Buyut Simah
5.      Buyut Kimbar
6.      Buyut Kinayu
7.      Buyut Samidin
8.      Buyut Jati
9.      Buyut Amal
10.  Buyut Natasari
11.  Buyut Girang panganten
12.  Buyut Matang haji
13.  Buyut Rangga Kamasan
14.  Buyut Kedut
15.  Buyut Babut
Para pengembara memasuki wilayah barat Cirebon yang pada waktu itu sebagian besar daerahnya masih berupa hutan  belantara,   masih    jarang   pendu- duknya. Mereka beristirahat, membabat hutan  untuk  dijadikan  tempat  tinggal yang pada perkembangan selanjutnya menjadi pemukiman dan lahan bercocok tanam.  Para  pengembara  itu  diperkirakan  bermukim  di  tempat  (desa) yang berbeda tapi tidak terlalu jauh (tetangga desa).  Asumsi  ini  berdasarkan bukti-bukti, bahwa makam para pengembara di atas terletak di tempat  (desa) yang berbeda.
Dalam perjalanan  pengembaraan  mereka, sampailah  pada  sebuah hutan.  Salah seorang pengembara yang bernama Buyut Matanghaji  memprakarsai pembabatan dan pembukaan hutan itu, karena  beliau  merasa  tempat  itu layak untuk dijadikan tempat istirahat bahkan pemukiman  yang  nyaman. Tanahnya subur, dekat sungai dan terdapat mata air. Maka  pada  perkembangan mayarakat selanjutnya tempat tersebut dinamakan “Sindanghaji”, berasal dari dua kata “sindang” (bhs.sunda) artinya mampir atau istirahat, dan “haji” nama  pendek  dari Buyut Matanghaji. Demikian ceritera  dari  beberapa  sumber, se-kilas kronologis kenapa tempat tersebut dinamai Sindanghaji.
Sindanghaji sebuah tempat peristirahatan  para  pengembara,  terutama pengembara yang bernama Buyut Matanghaji selanjutnya  menjadi  pemukiman penduduk. Dari waktu ke waktu yang bermukim di Sindanghaji semakin lama semakin bertambah, selain putra-putri yang dilahirkan di Sindanghaji sendiri, ada juga pendatang dari luar Sindanghaji. Sindanghaji melahirkan  putra-putri terbaik pada jamannya. Dalam catatan yang merupakan  arsip  berharga yang disimpan di kantor Desa Sindanghaji Wilayah Sindanghaji  dalam  kepemimpinan Demang Eon mengalami kemajuan yang pesat. Pusat Pemerintahan diberi nama (istilah) Dayeuh (bhs.sunda) yang berarti pusat pemerintahan, lokasinya antara Dukuh Bak dan Dusun Tegalmerak sekarang. Hal ini diperkuat dengan adanya tempat yang dinamai Sawah  Alun. “Alun” (bhs.sunda) artinya suatu lapangan atau lahan yang berada di sekitar pusat  pemerintahan.  Lokasinya   berada  sekitar  limaratus meter  arah  utara  dari Pusat Pemerintahan Desa  Sindanghaji saat ini.  Bukti  lainnya  adanya  suatu  tempat yang  dinamai Telar Dayeuh. Telar dari kata “tetelar” (bhs.Sunda) artinya tegalan, “dayeuh” (bhs.sunda) artinya pusat pemerintahan. Lokasinya sekitar satu kilometer ke arah utara dari sawah alun. Masa  kepemimpinannya  berakhir  pada  tahun 1814, sedangkan tidak ada catatan yang menyatakan  kapan  awal Pemerintahan Demang Eon, dan tidak ada bukti juga keterangan kalau Demang Eon dimakamkan di Desa Sindanghaji.
Seorang tokoh Islam yang bernama Buyut Matanghaji yang memprakarsai pembabatan hutan di wilayah yang sekarang disebut Sindanghaji, yang awalnya hanya untuk tempat beristirahat beliau dan rombongan,  sangat  diyakini bahwa beliau hanya mampir (sindang) karena di wilayah Sindanghaji dan desa sekitarnya tidak ditemukan makam Buyut Matanghaji, sedangkan makam-makam buyut lainnya ditemukan di Sindanghaji dan sekitar  Sindanghaji.
Lokasi makam para pengembara dari Cirebon itu diantaranya: Buyut Pernata Kusuma dimakamkan di bagian timur – selatan Desa Patuanan, yaitu tetangga Desa Sindanghaji sebelah timur. Buyut Suramenggala, dimakamkan di  perbatasan  Desa  Patuanan dan  Desa Nanggerang. Menurut letak geografisnya separoh Wilayah Desa Patuanan Bagian Selatan dan Bagian Timur berbatasan dengan Desa Nanggerang. Buyut Sangkin, dimakamkan di Kampung Cikawah,ujung timur dan selatan Desa Sindanghaji yang berbatasan dengan  Desa Parakan. Buyut Simah dimakamkan di lokasi yang sama dengan Buyut Pernata Kusuma. Buyut Winayu dimakamkan di Dukuh Duwur, wilayah Desa Patuanan bagian tengah perbatasan Sindanghaji. Buyut Jati dimakamkan di Dukuh Luhur Desa Patuanan, sekitar limaratus meter ke arah utara dari letak makam Buyut Winayu. Buyut Girang Panganten, Buyut Rangga Kamasan terletak di Pemakaman Kabuyutan yang terletak di  Desa Sindanghaji tapi agak terpisah  dari komplek pemakaman umum. Buyut Rangga Kamasan terletak di Pemakaman (astana) Hulu Dayeuh yang sekarang menjadi wilayah Desa Tarikolot. Dalam keterangan selanjutnya dijelaskan, bahwa Desa Tarikolot merupakan pemekaran dari Desa Sindanghaji pada tahun 1901 dimasa kepemimpinan Haji Mansur (1880-1919).
Melihat letak pemakaman para pengembara penyebar ajaran Agama Islam yang berasal dari Kerajaan Cirebon, ternyata berada di Wilayah Sindanghaji dan Wilayah Patuanan, diyakini bahwa pada jaman itu Desa Sindanghaji dan Desa Patuanan merupakan sentral penyebaran ajaran Islam. Ada satu keyakinan di kalangan dan generasi masyarakat tertentu, bahwa beberapa bukti makam yang ada di wilayah ini seperti Buyut Jati dan beberapa tokoh lainnya, itu hanya merupakan petilasan (bekas tinggal dan istirahat), sedangkan makam aslinya ada di tempat lain. Ada juga keyakinan di beberapa kalangan yang mewarisi pemahaman itu dari generasi sebelumnya, bahwa orang yang sudah mencapai tingkat ma’rifat dalam keyakinan dan dibuktikan dengan akhlak dan perilakunya seperti yang dimiliki oleh hamba Allah para Buyut penyebar ajaran Islam di jaman itu, mereka akan meninggal di satu tempat dan akan muncul seperti reinkarnasi di tempat lain untuk selanjutnya melakukan kebaikan, lantas beliau akan meninggal dan seterusnya hingga dua atau tiga kali. Keyakinan mereka seperti ini salah satunya disebabkan karena satu orang tokoh terkadang makamnya ada di lebih dari satu tempat yang berbeda, dan masyakat sekitarnya meyakini dan mengklaim tokoh yang sama. Dari kedua kelompok tersebut mana yang benar Wallahualam.
Dalam perkembangan selanjutnya sindanghaji dijadikan nama desa dengan Kepala Desanya Kuwu Boja (1814-1844). Kuwu Boja memimpin Desa Sindanghaji kurang lebih selama tigapuluh tahun. Diantara sekian banyak kebijakkan dan pengabdian beliau di Desa Sindanghaji yang tercatat dalam sejarah adalah memindahkan Pusat Pemerintahan yang notabene Kantor Pemerintahan  dari Tegalmerak ke lokasi yang posisinya ada di tengah-tengah Wilayah Sindanghaji, yaitu tanah milik beliau (sekarang Balai Desa/Kantor Kuwu/Kantor Kepala Desa)  Sindanghaji. Hal ini beliau lakukan karena Lembur Tegalmerak lokasinya ada di ujung utara Desa Sindanghaji, sedangkan Pusat Pemerintahan seharusnya di tengah-tengah wilayah untuk mempermudah masyarakat pelaku roda pemerintahan di jaman itu. Tidak ada keterangan beliau kapan wafat, tapi beberapa narasumber dan penulis menyimpulkan akhir kepemimpinan Kuwu Boja itulah akhir hayatnya, karena pada jaman itu rakyat begitu hormat pada pemimpinnya. Kuwu Boja yang biasa disebut Embah Boja wafat tahun 1844 dimakamkan di Pemakaman Kabuyutan.                               
     Tampuk pimpinan pemerintahan Desa Sindanghaji selanjutnya dipegang oleh H. Kodir (1844-1879),beliau wafat pada tahun 1879 dan dimakamkan di Pemakaman Kabuyutan. Asripudin (1879-1880), beliau menjabat Kuwu Sindanghaji selama satu tahun. Haji Mansur (1880-1919), selama kurang lebih tigapuluh Sembilan tahun beliau memegang tampuk pimpinan. Pada tahun 1901, dimasa kepemimpinan Haji Mansur karena jumlah warga Desa Sindanghaji melebihi batas dalam aturan kependudukan pada jaman itu, juga wilayahnya terlalu luas, maka Desa Sindanghaji dimekarkan (dipecah) menjadi dua desa. Desa yang baru diberi nama Tarikolot (Desa Tarikolot). Pemecahan wilayah diambil melintang dari ujung selatan sampai ujung utara Desa Sindanghaji. Wilayah Tarikolot dipecah dari Sindanghaji bagian barat. Haji Mansur diperkirakan wafat tahun 1919 dan dimakamkan di Belakang Mesjid Jami Sindanghaji.
Kuwu Warsita yang biasa dipanggil Kuwu Repas, memegang tampuk kepemimpinan sebagai Kuwu Sindanghaji, dari tahun 1919-1923. Beliau mengakhiri jabatannya karena meninggal dunia pada tahun 1923. Dari tahun 1923 – 1925 Kuwu Sindanghaji dijabat oleh Bapak Sayi. Dimasa kepemimpinannya Kuwu Warsita/Kuwu Repas merintis dan memprakarsai  upaya pembangunan Jembatan Cikamangi. Cikamangi sebuah sungai yang membelah sekaligus batas Desa Sindanghaji dan Desa Patuanan dari wilayah tengah sampai ujung utara, dan menurut keterangan beberapa sumber Jembatan Cikamangi ini baru mengalami satu kali pemugaran, yaitu di era pemerintahan orde baru. Jembatan Cikamangi ini menghubungkan langsung Desa Sindanghaji dan Desa Patuanan, juga sebagai sarana pendistribusian hasil pertanian ke Pasar Leuwimunding bukan saja dari Desa Sindanghaji, tetapi juga dari Desa Tarikolot, Waringin dan Weragati.
        Dari tahun 1925-1947, selama duapuluh dua tahun tampuk kepemimpinan Desa Sindanghaji dipegang oleh Kuwu Ali, yang kadang masyarakat memanggilnya dengan sebutan Kuwu Gorobag. Dipanggil Kuwu Gorobag karena beliau punya gerobag atau padati dalam bahasa sunda, yaitu alat transportasi terutama untuk mengangkut barang, ukurannya kira-kira sebesar truk ditarik oleh dua ekor kerbau. Ada ceritera yang bersumber dari ceritera generasi jaman itu, dan diceritakan pada generasi berikutnya dan sampai sekarang menjadi ceritera yang tidak tertulis/tercatat, Kuwu Ali/Kuwu Gorobag seorang kuwu yang mempunyai ilmu kanuragan dan kekuatan fisik. Suatu ketika dalam  perjalanan, gerobagnya terjerembab ke sebuah sungai. Secara akal dan logika tidak mungkin beliau bisa mengangkat gerobag/pedati itu sendirian. Namun apa yang terjadi? Beliau masuk ke kolong pedati itu, dan atas ijin Allah diangkatlah pedati itu dengan pundak dan tangannya sendiri pedati itu dipindahkan ke pinggir jalan. Cerita lainnya yang mungkin terdengar lebih ekstrim, Kuwu Ali/Kuwu Gorobag kalau tubuhnya pegel-pegel bukannya datang ke tukang urut untuk dipijit, tapi beliau menyuruh seorang kemit (sebutan untuk seseorang yang bertugas piket dibalai desa), memukulinya dengan alu, yaitu sebatang kayu bulat panjang juga  keras, besarnya sekepalan tangan orang dewasa yang pada waktu itu biasa digunakan untuk menumbuk padi menjadi beras, karena pijitan tangan sekeras apapun tidak terasa dan dan tidak bisa menghilangkan rasa pegel dan kaku tubuh dan otot-ototnya.
        Masa kepemimpinan beliau bisa dikatakan salah satu jaman keemasan Desa Sindanghaji, karena pada masa kepemimpinan beliau dapat dibangun Mesjid Jami yang sekarang diberi nama Mesjid Jami AL-ISHLAH. Sejalan dengan  perkembangan Agama Islam dan sumber daya masyarakat, Kuwu Ali mulai memperhatikan sarana ibadah. Pembangunan mesjid merupakan skala prioritas. Semangat gotong-royong, kebersamaan, rasa saling memiliki di hati dan jiwa  masyarakat pada jaman itu sangat besar dan tidak akan ditemukan lagi di jaman sekarang. Swadaya murni merupakan jantungnya pembangunan.Selain memperhatikan sarana ibadah, beliau mulai memperhatikan pula peningkatan produksi pertanian. Efisiensi penggunaan air, kecepatan, ketepatan, dan pemerataan aliran air di area pertanian menjadi salah satu programnya. Beliau membangun senderan saluran air skunder Ciwayang. Beliau wafat diperkirakan tahun 1947, dan dimakamkan di Dukuh Balong yang pada perkembangan selanjutnya komplek itu menjadi pemakaman umum.
        Dari tahun 1947-1965, sekitar delapan belas tahun Kuwu Sapdari memegang tampuk kepemimpinan Desa Sindanghaji. Pembawaannya tegas, dalam usianya yang semakin tua semakin mengalir semangat dalam dirinya untuk memajukan Desa Sindanghaji, dalam bidang pendidikan dan pertanian. Cita-cita mulia ini direalisasikan dengan membangun Gedung Sekolah SD Sindanghaji I yang dahulu dinamai Bangunan Gotong Royong Desa Sindanghaji. Selain membangun sarana pendidikan sebagai salah satu wadah untuk mencerdaskan bangsa, Kuwu Sapdari juga membangun saluran irigasi sebagai upaya mempermudah penyaluran air untuk lahan yang letaknya jauh dari saluran sekunder. Beliau berharap para petani lebih mudah memenuhi kebutuhan air di lahan pertanian, sehingga produksi pertanian terutama padi bisa meningkat. 
         Kuwu Sapdari salah seorang narasumber dalam penyusunan Sejarah Desa Sindanghaji ini, dan beliaulah satu-satunya mantan kuwu di Sindanghaji yang sempat menyaksikan, memantau, dan merasakan masa kepemimpinan empat orang Kuwu/Kepala Desa di masa berikutnya. Beliau kerap diminta saran dan nasihat oleh kuwu-kuwu/kepala desa berikutnya hingga dia tutup usia pada tahun 2007. Beliau dimakamkan di Makam Pagambuhan.
        Penggganti pemegang jabatan kuwu dari tahun 1965-1967 adalah Kertiker Ucin, pada waktu itu pembangunan mengalami hambatan karena gejolak politik hingga terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI yang berpengaruh besar pada kondisi keamanan, ketentraman dan kestabilan psikis masyarakat pedesaan pada waktu itu
        Kuwu Atori memimpin Desa Sindanghaji dari tahun 1967-1980. Seorang TNI bekas pejuang di masa kemerdekaan. Pribadinya tegas, kata-katanya lugas seperti karakter tentara kebanyakan pada waktu itu. Beliau terkadang bercanda di tengah masyarakatnya untuk mencairkan keseganan terhadap dirinya. Di masa pemerintahannya, dibangun SD Ciputri yang selanjutnya berubah nama menjadi SD Sindanghaji III. Dengan dibangunnya SD Ciputri, putra-putri Desa Sindanghaji bagian tengah sampai ujung selatan yang meliputi Dukuh Balong, Reumagabug, Cikawah Kidul, Cikawah Wetan, Dkh. Deog, Mindana, Karangbikas, bahkan Dukuh Dawuan yang termasuk wilayah Desa Tarikolot yang posisinya dekat dengan SD Ciputri bisa sekolah di sana karena jarak tempuhnya lebih dekat. SD Ciputri yang dibangun di era orde baru akrab ditelinga masyarakat pada masa itu dengan sebutan SD Inpres. Kenyamanan belajar semakin terasa dengan bertambahnya Sekolah Dasar di Sindanghaji, karena jarak tempuh yang semakin dekat bagi murid-murid yang tinggalnya jauh dari Sekolah Dasar Gotong Royong (SD Sindanghaji I), belajar lebih nyaman karena warga kelas jadi terlalu penuh. Beliau mengakhiri tampuk kepemimpinan sesuai dengan Undang-Undang no.5 tahun 1979, yang menegaskan bahwa masa jabatan Kepala Desa selama 8 tahun. Kuwu Atori dimakamkan di Makam Kebon Buah Lebak Cidongke yang merupakan Makam Keluarga.
        Berdasarkan hasil Pemilihan Kepala Desa yang demokratis, Sutrisno mendapat amanah dari masyarakat untuk memegang tampuk pimpinan Pemerintahan Desa Sindanghaji sejak tahun 1980. Beliau respek terhadap perkembangan sumberdaya alam dan sumberdaya masyarakatnya pada waktu itu. Sedikit demi sedikit dan secara bertahap pemikiran ilmiah mulai disisipkan dan dikembangkan dalam segala aspek kebijakkan pemerintahan yang dituangkan dalam program jangka panjang dan jangka pendek. Beliau begitu mahir dalam membaca dan mengembangkan sumberdaya alam, potensi dan keinginan masyakatnya. Beliau membangun desa dan masyarakat ke arah yang lebih modern dengan tetap melestarikan adat dan budaya yang selama ini menjadi pilar semangat gotong royong di Desa Sindangjaji.  Dengan sumber daya, semangat gotong royong dan semangat untuk maju yang yang semakin tumbuh subur di masyarakat Desa Sindanghaji waktu itu, dibarengi dengan perjuangan yang tidak kenal lelah beliau bersama masyarakatnya berhasil membangun sarana Pendidikan Agama Islam Madrasah Diniyah di alun-alun Bale Desa Sindanghaji dan di Dusun masyarakatnya merehab balai desa, mengaspal jalan desa, memperbaiki irigasi dan membangun Pesantren Darul Falah.
          Pertumbuhan penduduk, wawasan dan sumberdaya masyarakat yang semakin berkembang, mempengaruhi kebijakkan dan program-program pembangunan di masa pemerintahannya. Beliau berusaha untuk selalu tanggap terhadap seluruh permasalahan dan keinginan masyarakatnya. Wilayah Sindanghaji bagian selatan  telah memiliki SD Ciputri (sekarang SD Sindanghaji III) dengan lapangan olah raganya, Wilayah Sindanghaji bagian tengah telah memiliki SD Sindanghaji/ SD Gotong Royong (sekarang SD Sindanghaji I) sepaket dengan lapangan olah raganya. Dimasa pemerintahannya dia membangun SD Sindanghaji di wilayah Sindanghaji bagian utara sepaket juga dengan lapangan olah raganya, yang dalam perkembangan selanjutnya dinamai SD Sindanghaji II di daerah Telar Dayeuh.           
        Sutrisno secara bertahap mulai merubah tatanan pemerintahan ke arah yang lebih baik. Beliau membagi-bagi wilayah Desa Sindanghaji menuju modernisasi administratif. Desa Sindanghaji dibagi menjadi enam Rukun Warga (RW) dan 20 Rukun Tetangga (RT). Dengan upaya seperti ini peran serta masyarakat dalam pembangunan desa lebih aktif dan efisien. Sebagai polo up dari kebijakan pemerintahan, yaitu pembagian wilayah Desa Sindanghaji menjadi beberapa Rukun Warga, Sutrisno merintis pembangunan Kantor RW (Balai Pertemuan), bersama masyarakatnya beliau membangun tiga Balai Pertemuan (Kantor RW) yang terletak di Dukuh Deog (RW.02), di Dukuh Balong (RW.03), di Dukuh Bak (RW.04). Pembangunan kantor pertemuan disesuaikan dengan kebutuhan, makanya di wilayah RW.05 dan RW.06 tidak dibangun kantor pertemuan, karena
         Masjid Jami yang dibangun di masa kepemimpinan Kuwu Ali/Kuwu Gorobag yang di sana sini sudah banyak kerusakan meski seringkali dilakukan perbaikan dan rehab ringan mulai dilirik oleh Sutrisno. Beliau menyadari sumberdaya masyarakat Desa Sindanghaji saat itu sangat mustahil mampu membangun masjid megah dan semi modern di jaman itu dengan swadaya murni masyarakatnya. Dengan satu keyakinan “man jadda wa jadda” (barang siapa bersungguh-sungguh maka dapatlah ia), beliau berkordinasi dengan berbagai fihak untuk dibangunkan masjid dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Alhamdulillah dengan kerja keras tak mengenal lelah, dukungan dari Putra-Putra Sindanghaji yang penuh semangat membangun, dan dukungan dari seluruh masyarakat yang sangat mendambakan tempat ibadah yang resik dan nyaman maka Desa Sindanghaji akhirnya mendapat bantuan masjid dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP).
          Pemikiran modern yang berkesinambungan memunculkan satu ide kebijakkan yang kelak akan dituangkan dalam Peraturan Desa. Beliau sangat menyadari roda pemerintahan mesti stabil, baik itu segi administrasi dan bidang lainnya. Aset, sarana pendidikan yaitu bangunan SD dan madrasah, sarana transportasi dan perekonomian diantaranya jalan-jalan desa dan jalan jalan kampung, sarana pendukung pertanian dan perekonomian diantaranya saluran irigasi dan selokan, masjid yang merupakan sarana peribadahan, bangunan kantor bale desa perlu pemeliharaan secara rutin dan continu. Pelayanan administrasi kepada masyarakat harus nyaman dan memuaskan, diperlukan sarana kantor yang memadai diikuti dengan pemeliharaan inventaris secara rutin. Salah satu cara tentunya dengan memperkokoh Pendapatan Asli Desa sehingga merupakan pendapatan rutin tahunan, yang penggunaannya diperuntukkan insentif Ketua RT, Ketua RW, Kemit Desa, Petugas Kebersihan Masjid dan Kaum masjid di  wilayah. Rencana pengeluaran lainnya adalah biaya pemeliharaan jalan desa, pemeliharaan inventaris kantor, dan pemeliharaan sarana lainya. Beliau atas persetujuan LKMD membuat Peraturan Desa tentang iuran desa yang disebut Padi Adat Desa. Sutrisno menjadi kuwu selama dua periode, dan dua tahun sebagai Pejabat Kepala Desa. Kepemimpinan beliau berakhir tahun 1998. Kuwu Sutrisno meninggal pada tahun 2011 dan dimakamkan di pemakaman yang sama dengan pamannya Kuwu Atori..
          Kosma memimpin Desa Sindanghaji dari tahun 1998 – 2008, selama sepuluh tahun. Beliau mewarisi semangat membangun yang tinggi untuk memajukan Desa Sindanghaji pada tatanan yang lebih tinggi, seiring dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap sarana dan prasarana yang menunjang pertanian dan perekonomian. Beliau berupaya membawa masyarakatnya ke titik madani sesuai tuntutan reformasi dan modernisasi. Perubahan kebijakkan Pemerintah Pusat di era reformasi yang menitik beratkan pembangunan daerah pedesaan, yang direalisasikan dengan bertambahnya nominal bantuan/subsidi dari pusat dan bajeting berbagai bantuan dari pusat untuk digelontorkan di daerah pedesaan merupakan peluang beliau untuk membangun Desa Sindanghaji secara maksimal. Diawali dengan menyelesaikan rehab Bale Desa beliau menunjukkan kesungguhan misi-visinya. Perkembangan jumlah penduduk yang diikuti dengan semakin padatnya perumahan hingga melebar ke lahan yang tidak terjangkau jalan permanen menjadi perhatiannya.Sebagai jawabannya beliau membangun Jalan Lingkar Wilayah antar RW sekaligus pengaspalannya. Beliau juga membuka jalan alternative Dk.Bak-Cikareo sekaligus pengaspalannya sebagai upaya memperingan transfortasi hasil pertanian para petani dan juga sebagai efisiensi jalur transfortasi, sehingga lebih cepat dan lebih mudah. Tidak berhenti sampai di sana beliaupun merehab ketiga Gedung Sekolah Dasar dan dua Gedung Madrasah Diniyyah yang ada di Desa Sindanghaji. Di era reformasi masyarakat benar-benar dimanjakan, karena masyarakat bisa menikmati hasil pembangunan dengan tidak disibukkan iuran dana swadaya. Di era reformasi ini jaman sudah berubah yang segalanya terasa begitu mudah. Kosma terus menata pembangunan di berbagai sektor menjawab tuntutan masyarakatnya.
          Pada tahun 2008, di akhir masa jabatannya beliau bergandengan tangan dengan bersama putra-putra Sindanghaji lainnya merehab atap,plapoun, dan genting masjid yang dananya 80%  hasil sumbangan masyarakat, infak dan sumbangun donator.
          Terhitung mulai tanggal 24 Desember 2008 tampuk kepemimpinan Desa Sindanghaji dipegang oleh Neni Karnaeni. Srikandi Sindanghaji, kaum Hawwa pertama dalam sejarah Sindanghaji yang berani tampil paling depan menentukan Sindanghaji ke depan. Sejalan dengan tuntutan waktu dan tuntutan Peraturan  Pemerintah upaya regenerasasi personil Lembaga Pemerintahan mulai beliau lakukan. Beliau sangat yakin, bahwa diperlukan kelugasan dan ketegasan dalam pengambilan kebijakkan perrogatif, dan itu dibuktikan dengan langkah-langkahnya dalam penataan administrasi dan personil Lembaga Pemerintahan Desa. Ketelitian beliau dalam pengelolaan administrasi desa, belajar dari almarhum ayahnya yaitu Bapak Asum yang dimasa pemerintahan Bapak Sutrisno menduduki jabatan Sekretaris Desa (juru tulis).
          Kuwu Neni Karnaeni mereaktifkan lagi peran serta para Ketua RT dengan langkah nyata yang dituangkan dalam Peraturan Desa, sehingga para Ketua RT lebih terposisikan lagi dalam Struktur Lembaga Pemerintahan Desa dan  kontribusi untuk para Ketua RT dianggarkan dari pendapatan insidentil desa.Jadi para Ketua RT mendapat konstribusi dari PAD dan PID. Beliau sangat sadar meski seorang perempuan bertengger dalam jabatan dan profesi apapun, agama dan undang-undang menuntut perempuan untuk tetap eksis sebagai jantungnya kesejahteraan sebuah keluarga. Disamping itu perempuan harus tetap perperan aktip dalam pembangunan di segala bidang, maka beliau mereaktifkan lagi kegiatan PKK Desa dan Kegiatan Majelis Taklim Mukminin.
          Dalam memegang tampuk kepemimpinannya beliau membangun Gedung TK Tresnasari II, sebagai jawaban kerinduan masyarakat Ciputri dan sekitarnya untuk memiliki gedung Taman Kanak-Kanak. Beliau juga melakukan rehab ringan terhadap kedua Gedung MD, memfasilitasi rehabilitas ketiga bangunan Sekolah Dasar, dan memfasilitasi pembangunan mushola di RW 02 Dukuh Mindana atau yang biasa disebut Lembur Cikawah Wetan.
           Selain sarana pendidikan dan sarana peribadahan, beliau juga mulai menjawab kesulitan tranfortasi hasil pertanian masyarakat, maka beliau melakukan penyenderan, pengerasan dan dan pengaspalan Jalan Lintas Bubulak-Kepuh-Jaha-Cikareo, sehingga para petani bisa mengefisienkan biaya transfortasi dilalui kendaraan roda empat. Beliau juga melakukan penyenderan Jalan Karang Bikas – Deog, Deog – Cikawah Wetan, Jalan Pintas Dukuh Bak-Lapangan Bola SD Sindanghaji I, dan Jalan Pinggir Timur Bejun. Semua proyek penyenderan tersebut dilaksanakan berikut pengaspalannya.
          Sebagai realisasi program pemeliharaan sarana infrastruktur, beliau merehab pengaspalan jalan lingkar wilayah RW di Wilayah Tegalmerak, Dukuh Calung, Bubulak, Bejun, Dukuh Balong, Cikawah, Mindana, dan Dukuh Deog. Penunjang Kesehatan yang salah satunya kebutuhan akan air bersih mulai mendapat perhatian Sri Kandi Sindanghaji yang satu ini. Kenyataan bahwa di musim kemarau sebagian masyarakat kesulitan dalam pengadaan air bersih meskipun tidak separah daerah lain, maka beliau mulai membangun dengan permanen sumur-sumur kuno (kolam/bebelik) yang airnya tak pernah kering walaupun musim kemarau.Beliau membangun MCK di Sumur Bandung Tegalmerak, wilayah utara Sindanghaji,dan MC di Sumur Manggu, wilayah bagian tengah Sindanghaji.
          Ekonomi Pedesaan yang bertumpu pada Bidang Pertanian sesuatu yang harus dijaga, dan ditingkatkan. Ketahanan pangan tak boleh luput dari perhatian. Salah satu unsur yang paling penting dalam pertanian adalah pengairan yang cukup, maka selain pembinaan Kelompok Tani dan Kelompok P3A (Mitra Cai) yang sudah terbentuk di masa kepemimpinan para pendahulunya, beliau melakukan pengeboran (sumur pantek) titik-titik lahan yang seringkali kekurangan air di masa tanam  padi kemarau dan ngapat (masa tanam ke-dua dan ke-tiga dalam satu taun).
         Sri Kandi Sindanghaji, Ibu Kuwu Neni Karnaeni hingga tulisan ini dirampungkan pada Hari Ahad, tanggal 01 Juni 2013, beliau masih terus berjuang bahu membahu dengan masyarakat untuk membangun masyarakatnya, karena Amanat yang beliau diterima yang terdokumenkan dalam Surat Keputusan Bupati Majalengka sejak tanggal 24 Desember 2008 belum saatnya beliau tanggalkan.

Nara Sumber 1  : Awit Saefudin (Kepala Desa Sindanghaji ke 15)
Nara Sumber 2   :  M. E. Sudarsa (Salah satu perangkat Desa Sindanghaji)











                                          TUGAS UAS
SEJARAH DESA SINDANGHAJI

Mata  Kuliah Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Dosen Pengampu:
Anwar Sanusi, M.Ag



Disusun Oleh :
Amy Retno Galih
   (14121620634)
       


TARBIYAH IPA-BIOLOGI C/II
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN PELAJARAN 2012/2013




                                                                                                        
         

6 komentar:

  1. Haturnuhun jadi terang sasakala sindanghaji,,,sip

    BalasHapus
  2. Haturnuhun jadi terang sasakala sindanghaji,,,sip

    BalasHapus
  3. Sae pisan...nuhun..Endung Depok

    BalasHapus
  4. Assalamualaikum wrb salam persaudaraan,perkenalkan saya Sri Wulandari asal jambi,maaf sebelumnya saya hanya mau berbagi pengalaman kepada saudara(i) yang sedang dalam masalah apapun,sebelumnya saya mau bercerita sedikit tentang masalah saya,dulu saya hanya penjual campuran yang bermodalkan hutang di Bank BRI,saya seorang janda dua anak penghasilan hanya bisa dipakai untuk makan anak saya putus sekolah dikarenakan tidk ada biaya,saya sempat stres dan putus asa menjalani hidup tapi tiap kali saya lihat anak saya,saya selalu semangat.saya tidak lupa berdoa dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa,tampa sengaja saya buka internet dan tidak sengaja saya mendapat nomor tlpon Aki Sulaiman,awalnya saya Cuma iseng2 menghubungi Aki saya dikasi solusi tapi awalnya saya sangat ragu tapi saya coba jalani apa yang beliau katakan dengan bermodalkan bismillah saya ikut saran Aki Sulaiman saya di ritualkan dana gaib selama 3 malam ritual,setelah rituialnya selesai,subahanallah dana sebesar 2M ada di dalam rekening saya.alhamdulillah sekarang saya bersyukur hutang di Bank lunas dan saya punya toko elektronik yang bisa dibilang besar dan anak saya juga lanjut sekolah,sumpah demi Allah ini nyata tampa karangan apapun,bagi teman2 yang mau berhubungan dengan Aki Sulaiman silahkan hub 085216479327 insya Allah beliau akan berikan solusi apapun masalah anda mudah2han pengalaman saya bisa menginspirasi kalian semua,Assalamualaikum wrb.JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB AKI SULAIMAN 085-216-479-327,TAMPA TUMBAL,TIDAK ADA RESIKO APAPUN(AMAN) .

    BalasHapus
  5. Patuanan dan sindanghaji dulunya padu (satu), buyut buyut yang ditulis di sejarah sindanghaji itu buyut patuanan semua. Mangga mampir k blog saya, nuhun

    BalasHapus