LIKA-LIKU
SEBUAH
KEHIDUPAN
1. Keributan
di pagi hari
Rintik hujan sedari tadi
telah terdengar, saat aku terbangun dari tidurku, sebuah bayangan menyelinap
kedalam pikirannku, terekam begitu jelas dalam memoriku. Mamah, ya itulah sosok
bayangan yang hadir dalam pikiranku saat
itu.
Semenjak dua tahun yang lalu
beliau meninggalkan kita untuk sementara waktu. Beliau pergi ke luar negri , untuk bekerja disana. Sebenarnya aku,
adikku, dan ayahku tidak mengijinkan beliau pergi kesana, akan tetapi karena
ingin menyelesaikan masalah ekonomi yang saat itu menimpa kelurga kami. Sebenarnya
bukan hanya itu, masalah yang membuat mamah memutuskan untuk bekerja di luar
negeri, tapi juga karena saat itu telah terjadi sebuah pertengkaran besar, tepatnya
saat bulan ramadhan ketika mereka berdua akan melaksanakan shalat berjama’maah
subuh, hp bapa berbunyi, karena penasaran mamah ingin melihat sms masuk itu,
dan setelah dilihat ternyata, itu adalah sms masuk dari seorang perempuan, yang
belakangan diketahui bernama nok ida, menurut informasi yang didapat, beliau adalah perempuan nakal,
yang dulunya sempat bekerja diluar negeri. Seketika setelah membaca sms masuk
tersebut mamah langsung membanting handphone tersebut lalu mengambil sebilah
golok dan mengejar bapa. Saat itu juga di pagi subuh tersebut terjadi
kejar-kejaran antara mamah dan bapa, setelah itu mamah langsung pergi menuju rumah
kakanya. Disana beliau menangis sejadi-jadinya dan menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi, setelah dari rumah kakanya mamah langsung pergi
mengumpulkan semua pihak saudara-saudara terdekat, baik dari pihak bapa,
ataupun dari pihak mamah. Saat itu mamah menangis, dan berbicara bahwa ingin
mengakhiri pernikahannya dengan bapa. Setelah kejadian itu mamah dan juga lihan
tidak tinggal dirumah, mereka tinggal dirumah uwa, untuk menenangkan diri, aku
yang saat itu tengah berada dipondok sama sekali tidak mengetahui kejadian
tersebut, setelah kejadian pertengkaran tersebut bapa tinggal dirumah
sendirian.
2. Bayangan
Massa Lalu
Suatu siang masih pada bulan
ramadhan, saat aku masih berada dipondok, tiba-tiba saja ada salah satu
ustadzah dipondok yang memanggilku. Katanya ada telfon dari bapa, aku langsung
saja menghampiri kamar ustdzah tersebut, dan ternyata bapa ingin berbicara denganku,
saat itu juga tepatnya pada pukul 14.00 wib, bapa menjemputku kepondok dan
mencari tempat yang pas untuk mengobrol, setelah sampai ditempat yang pas bapa
langsung menceritakan semua yang terjadi dirumah, dari mulai pertengkaran
sampai perginya mamah dari rumah, saat itu juga aku tidak dapat menahan air
mataku, hatiku sakit mendengar semua kenyataan ini, tak pernah terbayangkan
sebelumnya semuanya akan seperti ini, sebenarnya ini bukan pertama kalinya
terjadi pertengkaran besar antara mamah dan bapa, dulu saat aku masih duduk di
bangku Taman kanak-kanak, pertengkran seperti ini pernah terjadi bahkan sampai
saat ini masih terekam jelas dibenakku.
Dulu bapa kerja menjadi staf tata usaha di
salah satu SLTP di Lewimunding, sering
sekali saat itu bapa pulang malam dari sekolah, mungkin mamah mulai curiga
namun saat itu mamah tidak pernah menegur bapa, sampai akhirnya banyak orang
yang bilang sama mamah kalau sering ngeliat bapa ngebonceng perempuan, karena
keseal mendengar beberapa pengaduan akhirnya mamah, bertanya pada bapa dengan
nada tinggi dan kasar, dan tepat pada malam itu tepatnya di gubuk yang kami
tempati mamah dan bapa bertengkar, mamah sangat emosi dan memegang sebilah
golok akupun yang saat itu masih berusia 6 tahun hanya bisa menagis ketakutan
melihat pertengkaran mereka, usai kejadian itu mamah pergi dari rumah dan
berniat untuk pergi kearab saudi untuk bekerja disana, untuk kurang lebih 2
bulan akhirnya aku tinggal bersama bibi (adik bapaku), sebenarnya aku ga betah
tapi aku bingung harus tinggal dimana karena saat itu mamah telah berada di
jakarta untuk persiapan pergi bekerja di luar negri.
Akhirnya bapa menyadari
kesalahannya dan dia mengajakku untuk menjemput mamah ke jakarta, saat
kejakarta ternyata mamah berada dirumah adiknya karena mamah gagal pada tes
kesehatan karena ternyata beliau sedang hamil, akhirnya bapa berhasil membujuk
mamah untuk pulang. Aku merasa sangat senang karena akhirnya mamah dan bapa ga
jadi berpisah malah aku akan segera mendapatkan adik bayi.
Setelah kejadian itu akhirnya
bapa yang semula bekerja di SLTP menjadi staf tata usaha memutuskan untuk
berhenti, dan memutuskan untuk bekerja serabutan dirumah.
Sebenarnya gubuk yang saat
itu kami tempati bukan milik kita akan tetapi milik nenek dari bapa, gubuk
tersebut berdindingkan geribig bambu dan terdiri dari empat ruangan, gubuk ini
sangat berdekatan dengan kuburan. Karena berdekatan dengan kali akhirnya bapa
memutuskan untuk membuka usaha batu split, dulu aku selalu ikut mengambil
batu-batu tersebut dari kali dan setelah terkumpul di depan rumah lalu batu-batu tersebut dibelah menjadi bagian
yang lebih kecil menggunakan palu. Setelah sembilan bulan berjalan akhirnya
bayi dalam kandungan mamah keluar bayinya perempuan wajahnya begitu lucu dan
cantik, karena saat itu ASInya kurang akhirnya dibantu dengan susu SGM ya
walaupun saat itu hidup kami berkekurangan akan tetapi mau bagaimana lagi,
setelah menginjak bulan ketiga ternyata ada sesuatu terjadi pada adikku
perutnya kembung membesar, setelah di bawa ke
R.S umum Majalengka pihak rumah sakit bilang ini hanyalah sakit biasa,
akhirnya yang semula kami berniat untuk merawat Nenden dirumah sakit,tidak
jadi, setelah dua hari perut adikku masih saja seperti itu, dia juga ga pernah
buang air, dan akhirnya kami membawanya ke RS. Gunung Jati, pihak dokter disana
memarahi mamah dan bapa mereka bilang kenapa anak sudah segini parahnya baru
dibawa kerumahsakit, pihak rumah sakit memutuskan akan mengoperasi Nenden,
mamah dan Bapa saat itu hanya bisa menangis dan berdo’a, ternyata Allah
berkehendak lain belum sempat dipoerasi Nenden telah menghembuskan nafas
terakhir disana kami sekeluarga merasa sangat terpukul atas kepergiannya,
setelah kematian Nenden kami sekeluarga begitu terpukul namun mungkin inilah
jalannaya harus seperti ini.
3. Antara
Dua Pilihan
Setelah saudara-saudara berkumpul, mamah memutuskan untuk
tidak tinggal dirumah lagi, beliau lebih memilih tinggal dirumah kakanya,
sampai detik itu beliau begitu marah terhadap bapa, sampai-sampai mamah
mengeluarkan kata-kata yang tak pantas dilontarkan karena saat itu status
mereka masih menikah, mungkin itu adalah salah satu bentuk kekecewaannya
terhadap bapa, karena disakiti bukan untuk yang pertama kalinya.
Pada malam perpisahan
dipondok, saat itu aku yang tengah berda didalam mesjid dan kebetulan sedang
bertugas sebagai MC mendengar suara motor bapa lewat, dan setelah acara
pembekalan etiket dimesjid selesai, aku langsung menuju asrama Aisyah dan
ternyata bapa sudah ada disana, saat melihat wajah bapa aku begitu sedih, ini
merupakan pertama kalinya bapa kepondok malam-malam dengan membawa motor,
setelah bersalaman dengannya beliau menceritakan kembali apa saja yang
terjadi,ternyata mamah begitu marah terhadap bapa sampai-sampai bajunya satu
lemari semua disobek-sobek oleh mamah, mendengar semua itu aku air mataku jatuh
berlinang, begitu juga dengan bapa saat menceritakan semuanya wajahnya
memancarkan kesedihan yang teramat dalam, selain itu bapa juga bercerita bahwa
beliau habis dari kuburan mencari bunga untuk dijial, ya walaupun harganya
tidak seberapa, mendengar hal itu aku semakin sedih. Tepat pukul 23.00 wib bapa
memutuskan untuk pulang.
Selepas bapa pulang hatiku
begitu gelisah, tidurku tidak senyenyak biasanya. Tepat pukul 02.00 aku pergi
ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dalam sujud panjangku ku meminta
kepada Allah agar kedua orangtuaku tidak berpisah, dan bisa kembali bersama lagi, aku sedih apabila mereka jadi
berpisah bagaimana dengan aku, dengan adikku yang saat itu baru duduk di kelas
2 SD, anak seusia itu masih membutuhkan kasih sayang yang utuh dari kedua
orangtuanya. Setelah mendengar semua kejadian ini ga bisa di pungkiri kalo hati
aku begitu sedih dan sakit.
Besok adalah perpulangan dari
pondok. Aku bingung harus pulang kemana, bapa menyuruhku pulang kerumah,
sementara mamah menyuruhku pulang kerumah uwa, namun setelah dipertimbangkan
akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah saja. Sesampainya dirumah aku lalu
pergi kerumah uwa untuk menemui mamah, mamah menyuruhku untuk tinggal disana
selama liburan, dan akhirnya aku tinggal dirumah uwa karena memang sebelumnya
aku lebih dekat dengan mamah dibandingkan dengan bapa. Namun setiap mandi pagi
atau sore akau selalu pulang kerumah, berbeda dengan adikku lihan walaupun
mamah selalu memenuhi setiap keinginannya akan tetapi dia lebih sering besama
bapa.
4. Hari
Kemenangan tanpa Kebersamaan
Saat malam idul fitri tiba
suara takbir berkumandang dimana-mana, malam itu hatiku begitu sedih karena ini
merupakan pertama kalinya kami melewati malam idul fitri berpisah seperti ini,
saat malam idul fitri tersebut berkali-kali bapa mengirimkan pesan singkat
terhadap mamah melalui handphone namun tak satupun yang mamah baca, semua sms
tersebut langsung mamah hapus begitu saja, padahal malam-malam sebelumnya pun
bapa sering mengirimkan sms namun tetap sajatak satupun sms bapa yang mamah hiraukan. Malam itu bapa berkeliling
dari mulaia rumah orang tuanya, orang tua mamah, sampai kerumah uwa untuk
meminta maaf akan tetapi saat di rumah uwa bapa ingin bertemu mamah, mamah sama
sekali tidak menghiraukannya dan tidak menemuinya sama sekali.
Tepat setelah shalat idul
fitri aku semakin sedih, aku sedih karena tidak bisa merayakan idul fitri
dengan keluarga yang utuh. Akhirnya setelah dua minggu berlalu aku kembali ke
pesantren setidaknya aku merasa sedikit tenang disana, dibandingkan dirumah.
Dipondok aku bercerita kepada sahabat-sahabatku apa yang sebenarnya tengah
terjadi dalam keluargaku.
Mereka kaget mendengar semua
ceritaku, bahkan ada yang sampai menangis mendengar aku bercerita.
5. Kepergian
Mamah
Baru 2 minggu aku berada
dipondok, aku sakit badan aku meriang setiap malam, bahkan suhu tubuhkupun
tinggi, teman-teman panik melihat aku sakit mereka memutuskkan untuk bergantian
menjagaku, aku sanagat terharu ,meliahat kebaikan mereka, mereka begitu
perhatian terhadapku, karena semakin hari suhu tubuhku tak kunjung turun
akhirnya mereka memutuskan untuk menghubungi bapaku, setelah mendengar kabar
aku sakit bapa langsung menjemputku kepondok, karena pada saat itu bapa sampai
di pondok jam 18.00 wib, akhirnya ustadzah dan teman-temanku menyarankan agar
aku pulang besok pagi saja karena udara diluara sana kuranga baik, anginnya
lumayan kencang, dana akhirnya bapa pun memutuskan untuk pulang besok saja,
tepat malam itu aku meliahat bapa tidur disampingku hanya beralaskan karpet,
dan tanpa selimut padahal udara malam itu begitu kencang.
Dipagi yang dingin itu,
akhirnya aku dan bapa memutuskan untuk pulang saat itu juga, karena belum
sarapan ditengah jalan bapa mengajaku untuk berhenti di warung bubur ayam. Saat
tengah makan bapa bilang padaku, kalau aku ga akan dibawa pulang kerumah,
karena dirumah ga ada yang bakalan ngurusin aku, padahal dari jenis penyakit
aku ini, sangat membutukhan perhatian dan pengobatan yang cukup serius dan bapa
bilang bahwa akan dirawat oleh adiknya (bibiku).
Sesampainya dirumah bibi aku
langsung beristirahat, bibi begitu telaten merawat dan menjaga aku dia merawat
aku seperti anaknya sendiri. Saat itu sebenarnya mamah berda dieumah uwa akan
tetapi bapa sama sekali tidak memberitahu apa yang sebenarnya terjadi sama aku,
akan tetapi bibi menyuruh bapa untuk mengabari mamah kalau amy sakit dan
sekarang tengah berada dirumahnya, akhirnya bapa pun mengabari mamah dan
menceritakan kalau amy sedang sakit dan
sekarang berada dirumah bibi, mendengar kabar tersebut mamah kaget dan langsung
menemui aku dirumah bibi, tepat pukul 07.00 wib, mamah menagis saat melihat
aku, dan berkata “kaka kenapa samapi sakit kaya gini, kaka jangan banyak
pikiran”, aku sama sekali tak kuasa menahan tangis, disitu aku langsung menagis
dan memeluk mamah, dalam hati kecilku berkata “aku sayang mamah, aku ga mau
mamah sama bapa berpisah”. Dari pagi hingga malam mamah dengan setia
menemaniku, dia berada disamping aku, akan tetapi tiba-tiba bapa datang dan menghampiri
kami berdua, dengan spontan mamah berucap “ini semua gara-gara kamu”, karena
kesal bapa langsung menjawab “udahlah kamu masih saja menyalahkanku”, mamahpun
kembali menjawab “memang benarkan”, mendengar perbincangan mamah dan bapa yang
mamanas seperti itu bibi langsung masuk kamar dan berkata ‘‘sudahlah, udah tau
amy sakit kalian masih saja berantem didepannya”, disitu akupun kembali
menagis, dan akhirnya demi menjaga suasana bapapun keluar dari kamar dan pergi
entah kemana.
Setelah bapa pergi mamah
berkata “kaka sebenarnya malam ini mamah harus berangkat”,
” berangkat kemana ?”
jawabku, “sebenarnya mamah mau pergi keluar negeri dan besok itu pergi
kejakarta untuk mendapatkan pelatihan terlebih dahulu”.
“mamah jangan pergi’’ ucapku
dengan lirih
“Sayang mamah pengen nenangin
diri, lagian percuma mamah disini yang ada bakalan berantem terus sama bapa”
ujar mamah sambil menagis.
Saat itu juga aku langung
memeluk mamah “mamah jangan pergi amy sayang mamah” ujarku
“iya sayang” kamu berdua
langsung berpelukan, aku ga mau kalo seandainya itu adalah pelukan terakhir
mamah bagi aku, saat itu aku semakin sedih, kenapa semua ini terjadi begitu
cepat, rasanya ini adalah sebuah mimpi buruk bagi aku, ingin rasanya aku segera
bangun dari mimpi buruk ini.
Ternyata mamah benar-benar
pergi malam itu juga, dan itu artinya aku ga bakaln ketemu mamah
untuk waktu yang cukup lama.
Seminggu setelah kepergian
mamah, kondisi akupun cukup membaik, dan akupun meminta bapa agar segera
mengantarkanku kembali kepesantren.
6. Kembali
ke Pesantren
Setibanya dipondok, aku
terlehat sering murung, kadang disaat anak-anak yang lain pergi kekantin aku
malah pergi kekamar dan meanagis, kini yang dulu emang aku orangnya cengeng,
dengan kejadian ini aku semakin cengeng danlebih sering menangis, dan untunglah
ternyata disana banyak sekali orang-orang yang sayang sama aku, yang perhatian
sama aku, dan selalu bersedia mendengarkan segala rasa gundah dihati aku,
bahkan ustadzahpun ada yang samapai nangis dan selalu perhatian sama aku.
7. Bertemu
dengan Mamah
Tiga bulan berlalu dan
ternyata mamah akkhirnya akan segera pergi ke Taiwan, dua hari sebelum mamah
pergi, mamah menelfon bapa dan memintanya agar datang kesana sekaligus
mengajak aku, juga Lihan adikku, karena
mungkin setelah itu kita ga bakalan bertemu dengan mamah untuk waktu yang cukup
lama, dan akhirnya bapa mengajak aku juga lihan untuk pergi ke Jakarta ketempat
penampungan TKI tempat yang selama ini
mamah tempati, karena saat itu bapa tak mempunyai pekerjaan apapun,
akhirnya untuk pergi kesana pun bapa meminjam dari salah satu saudara, tepat
pukul 23.00 wib bapa sampai dipondok, sebelum berangakt kami makan terlebih
dahulu diteras asrama, rasnya sedih sekali malam-malam seperti ini bapa jauh-jauh dari rumah, sampai bela-belain
jemput aku, agar aku juga Lihan bisa bertemu dengan mamah.
Tepat pukul 06.00 wib kita
sampai ditempat penampungan TKI tempat dimana mamah saat ini berada, setibanya
disana kami langsung mendatangi pusat informasi, agar segera menghubungi mamah,
dan tak lam kemudian mamahpun segera turun kelantai dasar, melihat keadaan mamah
saat itu aku begitu kaget kini badanya kurus, dari matanya masih terpancar
kesedihan, dan satu yang bikin aku semakin sedih kini mamah tidak mengenakan
jilbab lagi, mungkin itu afdalah tuntutan dari pihak PT, aku langsung diajak
mamah menuju lanati atas, lantai dimana
mamah dan calon TKI lainnya tidur dan
juga beraktivitas, sesampainya disana tak henti-hentinya mataku menangis, aku
kasian sama mamah ternyata selama ini tinggal ditemapat seperti ini, saat itu
aku meminta mamah agar mengantarkan aku
kekamar mandi, dan aku begitu kaget melihat keadaan kamar mandinya ini sungguh
tak layak.
Tepat pukul 11.00 wib, aku,
ayah dan juga adikku memutuskan untuk pulang, sebenarnya mamah melarang aku
untuk pulang sekarang dia meminta aku untuk mengantarkannya ke bandara besok,
akan tetapi aku menolak, karena saat itu sedang ada kegiatan di pondok yang
lumayan penting dan tidak bisa aku tinggalkan, saat berpamitan sama mamah air
mataku kembali mengalir dengan sendirinya,
“mamah hati-hati ya disana,
jaga kesehatan, dan jangan lupa untuk memberi kabar kalau udah sampai disana”
ujarku lirih.
‘’iya sayang, kaka juga harus
jaga kesehatan disini, yang rajin belajarnya dan jangan lupa do’ain mamah agar
selalu sehat”
(mamah dan akupun berangkulan
begitu erat, aku sungguh sedih aku ga mau mamah pergi, tapiiii semuanya harus
seperti ini),
“Lihan baik-baik ya disini,
jangan nakal, dan do’ain mamahnya’’ ucap mamah kepada adikku, (mamahpun
merangkul lihan dengan erat), Lihan yang saat itu masih duduk di kelas 2 SD
sama sekali tidakmeneteskan air mata, mungkin karena dia masih kecil dan masih
belum terlalu mengerti apa yang sebenaraanya telah terjadi, mamah pun ternyata
berpamitan dengan bapa,
“pa nitip anak-anak ya dan jaga
mereka’’, ucap mamah terhadap bapak
“iya mah, mamah juga
baik-baik ya disana” sebelum pergi bapa mencium kening mamah terlebih dahulu,
padahal saat itu status mamah dan bapa bukanlah suami istri, dari gerak-gerik
mreka berdua aku dapat menyimpulkan, bahwa sebenarnya mereka berdua, masih
saling menyayangi satu sama lain, terlebih rumah tangga yang telah mereka
jalani itu kurang lebih 25 tahun, itu merupakan waktu yang cukup lama.
8. Mengenang
saat-saat indah
Setibanya di pondok setelah
kepergian mamah, aku menjalani kembali hari-hariku sebagai seorang santri.
Tidak aku pungkiri hatiku sering merasa cemas terhadap mamah. Saat itu aku
duduk dikelas 3 SMA yang harusnya aku semangat bekajar, tapi pikiranku sering
tidak fokus terhadap pelajaran, selain memikirkan mamah akupun memikirkan biaya
bagaimana melunasi tunggakan sppku saat itu yang telah mencapai 3 juta rupiah.
Aku bingung darimana bapa bisa bayar sppku kerena saat itu bisnis atau usahanya
sedang bangkrut. Akhirnya tidak aku sangka setelah 3 bulan berada di Taiwan
mamah memberi kabar terhadap aku juga bapa, serta uwa. Ternyata mamah disana
sehat bahkan berniat ingin mengirimi ku uang untuk melunasi sppku saat itu.
Alur ceritera ini memang terdengar loncat
loncat dan terpotong-potong, sama seperti lakon keluargaku yang seperti
dipenggal dan terpenggal antara kebahagiaan dan penderitaan, endingnya seperti
apa kuyakini itu rahasia, Yang Punya Rahasia Kehidupan.
Memoriku berlabuh pada masa
empat, tiga tahun yang lalu dimana banyak saat indah dan saat hampir semua
kebutuhan kami bisa terpenuhi. Meskipun dengan merangkak pelahan tapi pasti
kehidupan keluarga semakin membaik. Dari pernah jadi pengumpul batu kali
dipikul dan dibelah untuk dijadikan split untuk selanjutnya dijual, bapak
merintis usaha jasa percetakkan dan berkembang lumayan bagus, selain itu bapak
menjalin kerjasama dengan seorang notaris sebagai broker akte dan sertifikat
tanah. Dan dari usahanya itu bapak bisa membeli kendaraan roda empat, walau
hanya sebuah mobil feroza tua, sebelumnya pun bapa juga pula sudah mampu
membeli sepeda motor, selama kurang lebih dua tahun itu aku akui hidup aku
berkecukupan perabot rumah pun sudah mulai penuh, dari barang-barang antik
seperti guci-guci, hingga beberapa alat-alat elektronik. Bahkan tak jarang kami
sekeluarga makan malam diluar sambil berjalan-jalan menikmati keramaian di
pusat-pusat perbelanjaan, tapi walaupun hidup berkecukupan seperti ini
orangtuaku tidak pernah lupa setiap bulannya untukmenyisihkan penghasilannya
untuk infaq kepada beberapa janda disekitar rumah ataupun anak-anak yatim.
Sebagai orang tua tentulah
orangtua bapak ataupun mamah merasa senang melihat anak dan cucunya hidup
bahagia dan berkecukupan, setiap pulang selepas pergi berjalan-jalan bapa dan
mamah selalu menyempatkan untuk membawa, oleh-oleh untuk nenek terutama nenek
dari pihak mamahku.
Saat aku masih berada dipondok orangtuaku pun sering
sekali menjengukku, membawakan makanan kesukaanku, dan juga membelikan baju
ataupuk kerudung baru untukku, aku merasa sangat senang sekali aku begitu
merasa beruntung, mempunyai kedua orangtua yang sangat sayang, dan juga
perhatian terhadapku.
Dan walaupun kini semuanya
telah berubah, berputar, dimana kehidupan keluargaku, tidak seperti dulu, tapi
aku merasa kasih sayang mamah ataupun bapa tidak berubah bahkan aku merasa
mereka semakin perhatian terhadapku, dan juga Lihan adikku.
9. Saatnya
Perpisahan
Empat bulan berjalan akhirnya
tibalah saatnya pada acara perpisahan, di pondok. Acara perpisahan ini,
sebenernya begitu penting semua wali santri akhir diwajibkan untuk datang,
karena pada acara ini setiap santri dan kedua orang tuanya akan dipanggil ke
atas panggung dan bersalaman dengan keluarga besar pondok. Saat namaku
dipanggil aku hanya ditemani bapa naik keatas panggung. Saat itu hatiku begitu
sedih. Andai mamah ada disini pasti beliau akan menemaniku keatas panggung
untuk menemaniku menerima piagam dari pondok.
Selepas lulus SMA aku
bertanya pada bapa “Pa , bagimana kalau amy kerja saja’’
“sebenarnya bapa, ingin amy
kuliah tapi keadaan bapa masih seperti ini” ucapnya kepadaku
“iya pak, amy ngerti ko bapa
ingin amy kuliah, tapi kan keadaan ekonomi kita kurang memungkinkan” jawabku
pada bapa.
Ternyata saat kami tengah
mengobrol, tiba-tiba saja handphone bapa berbunyi, dan ternyata itu dari mamah.
“Assalamu’alaikum”
“waalaikumsalam” jawab bapa
“pa bagaimana kabar bapa,
lihan, juga amy” tanyanya dengan pelan
“Alhamdulillah mah kami
sehat, malah sekarang bapa sedang bersama amy, barangkali mamah ingin berbicara
dengannya”
Aku pun berbicara dengan mamah
“Assalamu’alaikum mamah”
“Waalaikumsalam, kakak
sehat?” tanya mamah kepadaku
“Alhamdulillah mah sehat,
mamah amy kangen mamah’’ jawabku
“Iya ka, mamah juga kangen
banget sama kaka, juga sama lihan. Owh iya kaka mau lanjut dima?’’ tanya mamah
kepadaku
“Amy ga kuliah tahun ini, mah. Mungkin tahun depan saja”
jawab ku dengan pelan
“Kenapa sayang?, Kakak tau
gak, mamah itu bela-belain kerja diluar negri itu biar kakak sama Lihan, bisa
sekolah yang tinggi. Pokonya kakak harus kuliah” ujar mamah kepadaku.
“Tapi mah, hutang-hutang kita
kan masih banyak, masih harus banyak yang mamah fikirkan dan bayarin, selain
kuliah amy” jawabku sambil menahan tangis.
“Udah pokoknya kakak mesti
nurut apa kata mamah, malah mamah mau
kakak kuliah di Analis kesehatan” jawabnya dengan tegas
“Baiklah amy akan kuliah mah”
jawabku pelan.
Akhirnya pembicaraanku dengan
mamah pun berakhir, disitu aku begitu bingung, aku tahu mamah bermaksud baik,
menyuruhku masuk analis kesehatan. Tapi butuh biaya yang cukup banyak untuk
bisa kuliah di jurusan itu.
Ternyata bukan hanya mamah,
bapa ku pun akhirnya menjadi semangat beliau ingin aku juga bisa kuliah tahun
ini. Bahkan saat itu beliaulah yang mencarikan informasi untukku tentang
beberapa kampus, karena saat itu aku masih harus berada dipondok.
Suatu hari, bapa mendatangi
kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dan akhirnya beliau mendapatkan informasi
bahwa ada jalur yang bernama PMDK. Bapa menyarankan aku agar mencoba masuk
lewat jalur tersebut.
Aku begitu kagum, melihat
perjuanagn bapa. Beliau dengan semangat menyiapakan segala persyaratn yang
harus akau bawa untuk Test PMDK, bahakan beliaupun yang mendaftarkanku ke
kampus, karena saat itu aku masih tidak boleh keluar dari pondok. Ketika waktu
test PMDK tiba aku meminta izin kepada bagian pengasuhan pondok, agar bisa
mengikuti test di Cirebon. Akhirnya ustdzah pun memberikan izin kapadaku untuk
mengikuti test di Cirebon. Karena tidak tahu di mana tempat testnya, akupun
dianter oleh bapa.
Disana ternyata sudah banyak
peserta yang datang. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya tibalah bagian aku
untuk masuk kedalam ruangan, untuk diwawancarai. Selesai wawancara aku dan bapa
memutuskan untuk pulang. Bapa saat itu begitu optimis aku bisa lulus dalam test
PMDK tersebut. Dua minggu setelah itu akhirnya pengumuman pun keluar, karena
aku masih berada di pondok akhirnya bapa lah yang melihat pengumuman hasil test
tersebut. Dan alhamdulillah ternyata aku lulus. Pada pengumuman tersebut
tercantum bahwa registrasi atau daftar ulangnya, dibuka selama 3 minggu.
Waktu pun kembali bergulir,
hari demi hari kian berganti, karena mamah tidak kunjung mengirimi aku uang
untuk registrasi akhirnya waktu daftar ulang pun habis. Saat itu sebenarnya
bapak ingin sekali segera registrsi, akan tetapi keadaan usahanya yang saat itu
tengah krisis bahkan tidak berjalan, membuatnya tidak bisa melakukan registrasi
atau daftar ulang ke kampus. Akhirnya aku pun pasrah, tapi sebenarnya dalam
hati kecil aku, aku ingin kuliah aku
masih ingin belajar, aku masih ingin mendapatkan ilmu lewat bangku perkuliahan.
Ternyata Allah mendengar do’a
aku. Dua minggu setelah itu mamah mentransefer uang untuk biaya kuliahku, dan
juga untuk melunasi beberapa hutangnya. Walaupun telat akhirnya aku juga bapa
mendatangi kampus untuk registrasi. Tapi, saat itu pihak kampus tidak menerima
karena kami telah telat selama dua minggu. Dan pihak kampus pun menyarankan
agar aku mengikuti test kembali lewat jalur SPMB mandiri.
Aku pun mengikuti saran pihak
kampus, untuk mengikuti test SMPB mandiri, aku juga ternyata harus menyipakan
berkas-berkas, serta mengisi formulir kembali. Selain itu aku juga harus
kembali membayar uang pendaftaran sebesar 150.00. Setelah mengikuti rangkaian
test SPMB mandiri yang berlangsung, dua
minggu setelah aku melakukan pendaftaran. Setelah dua hari menjelang
pengumuman, tiba-tiba saja ada pihak kampus yang menghubungi bapa, kalau aku
diberi kesempatan untuk registrasi ulang, tapi pihak kampus hanya memberi aku
waktu dua hari.
Dengan bermodalkan nekat,
akhirnya aku juga bapa datang ke kampus. Bapa meminta kebijakan kepada pihak
kampus, agar bisa memberi waktu kepada kami, agar bisa melunasi pembayaran,
daftar ulang. Saat itu pihak akademik, hanya bisa menyarankan bapa untuk
menemui rektor III agar bisa
diberikebijakan. Aku dan bapa pun akahirnya menemui rektor III di ruangannya,
saat itu aku begitu kagum melihat bapa, begitu gigih memperjuangkan agar aku
bisa kuliah, aku begitu terharu, sampai-sampai aku meneteskan air mata. Tapi,
untunglah bapa tidak melihat aku menangis. Dengan memakai pakaian sederhana dan
juga, sandal jepit lusuh akhirnya bapa juga aku bertemu bapa rektor III. Saat
itu bapa juga aku, bertemu dengan bapa rektor, hanys sebentar. Alhamdulillah,
ternyata setelah berbicara, dan menceritakan prestasi, serta kesungguhan aku
untuk kuliah, bapa rektor III menyetujui agara aku juga bapa, diberi senggang
waktu untuk melunasi pembayaran, selama beberapa hari.
Ternyata, Allah kembali
mendengar do’aku. Setelah beberapa hari aku bisa melunasi biaya daftar ulang.
Akhirnya aku pun kini, bisa merasakan belajar di bangku perkuliahan. Sempat
saat awal pembelajaran, aku berfikir ingin kuliah hanya satu semester saja.
Fikiran itu, timbul saat aku mulai repot menghadapi banyak tugas, sementara aku
tak punya fasilitas untuk menunjang belajarku
itu, padahal saat itu selam satu minggu 3 kali aku harus menyusun
laporan praktikum, tapi flasdisk pun aku
tak punya, padahal untuk semua itu, dibutuhkan uang untuk untuk print
laporan, ya walaupun memang itu membutuhkan uang yang tidak banyak. Tapi saat itu,
aku betul-betul sering tidak meiliki uang sama sekali, untuk makan pun kadang
tidak ada.
Tapi, sungguh Allah memang
maha adil dan bijaksana. Kakak dari mamahku mengerti kebutuhan, seorang
mahasiswa. Beliau memberikan pinjaman uang, dan menyuruh aku untuk
membelikannya pada netbook, juga flasdik. Subhanallah mendengar kabar tersebut,
aku merasa kaget dan merasa benar-benar bersyukur. Kini aku semakin bersemangat
menuntut ilmu, walaupun dengan kondisi ekonomi yang masih seperti ini, aku
yakin jika kita memiliki keyakinan dan keinginan yang kuat, pasti Allah akan
memberikan jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar