Kamis, 22 Oktober 2015

LIKA - LIKU KEHIDUPAN





LIKA-LIKU
SEBUAH
 KEHIDUPAN














1.      Keributan di pagi hari
Rintik hujan sedari tadi telah terdengar, saat aku terbangun dari tidurku, sebuah bayangan menyelinap kedalam pikirannku, terekam begitu jelas dalam memoriku. Mamah, ya itulah sosok  bayangan yang hadir dalam pikiranku saat itu.
Semenjak dua tahun yang lalu beliau meninggalkan kita untuk sementara waktu.  Beliau pergi ke luar  negri , untuk bekerja disana. Sebenarnya aku, adikku, dan ayahku tidak mengijinkan beliau pergi kesana, akan tetapi karena ingin menyelesaikan masalah ekonomi yang saat itu menimpa kelurga kami. Sebenarnya bukan hanya itu, masalah yang membuat mamah memutuskan untuk bekerja di luar negeri, tapi juga karena saat itu telah terjadi sebuah pertengkaran besar, tepatnya saat bulan ramadhan ketika mereka berdua akan melaksanakan shalat berjama’maah subuh, hp bapa berbunyi, karena penasaran mamah ingin melihat sms masuk itu, dan setelah dilihat ternyata, itu adalah sms masuk dari seorang perempuan, yang belakangan diketahui bernama nok ida, menurut informasi  yang didapat, beliau adalah perempuan nakal, yang dulunya sempat bekerja diluar negeri. Seketika setelah membaca sms masuk tersebut mamah langsung membanting handphone tersebut lalu mengambil sebilah golok dan mengejar bapa. Saat itu juga di pagi subuh tersebut terjadi kejar-kejaran antara mamah dan bapa, setelah itu mamah langsung pergi menuju rumah kakanya. Disana beliau menangis sejadi-jadinya dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, setelah dari rumah kakanya mamah langsung pergi mengumpulkan semua pihak saudara-saudara terdekat, baik dari pihak bapa, ataupun dari pihak mamah. Saat itu mamah menangis, dan berbicara bahwa ingin mengakhiri pernikahannya dengan bapa. Setelah kejadian itu mamah dan juga lihan tidak tinggal dirumah, mereka tinggal dirumah uwa, untuk menenangkan diri, aku yang saat itu tengah berada dipondok sama sekali tidak mengetahui kejadian tersebut, setelah kejadian pertengkaran tersebut bapa tinggal dirumah sendirian.
2.      Bayangan Massa Lalu
Suatu siang masih pada bulan ramadhan, saat aku masih berada dipondok, tiba-tiba saja ada salah satu ustadzah dipondok yang memanggilku. Katanya ada telfon dari bapa, aku langsung saja menghampiri kamar ustdzah tersebut, dan ternyata bapa ingin berbicara denganku, saat itu juga tepatnya pada pukul 14.00 wib, bapa menjemputku kepondok dan mencari tempat yang pas untuk mengobrol, setelah sampai ditempat yang pas bapa langsung menceritakan semua yang terjadi dirumah, dari mulai pertengkaran sampai perginya mamah dari rumah, saat itu juga aku tidak dapat menahan air mataku, hatiku sakit mendengar semua kenyataan ini, tak pernah terbayangkan sebelumnya semuanya akan seperti ini, sebenarnya ini bukan pertama kalinya terjadi pertengkaran besar antara mamah dan bapa, dulu saat aku masih duduk di bangku Taman kanak-kanak, pertengkran seperti ini pernah terjadi bahkan sampai saat ini masih terekam jelas dibenakku.
 Dulu bapa kerja menjadi staf tata usaha di salah satu SLTP di  Lewimunding, sering sekali saat itu bapa pulang malam dari sekolah, mungkin mamah mulai curiga namun saat itu mamah tidak pernah menegur bapa, sampai akhirnya banyak orang yang bilang sama mamah kalau sering ngeliat bapa ngebonceng perempuan, karena keseal mendengar beberapa pengaduan akhirnya mamah, bertanya pada bapa dengan nada tinggi dan kasar, dan tepat pada malam itu tepatnya di gubuk yang kami tempati mamah dan bapa bertengkar, mamah sangat emosi dan memegang sebilah golok akupun yang saat itu masih berusia 6 tahun hanya bisa menagis ketakutan melihat pertengkaran mereka, usai kejadian itu mamah pergi dari rumah dan berniat untuk pergi kearab saudi untuk bekerja disana, untuk kurang lebih 2 bulan akhirnya aku tinggal bersama bibi (adik bapaku), sebenarnya aku ga betah tapi aku bingung harus tinggal dimana karena saat itu mamah telah berada di jakarta untuk persiapan pergi bekerja di luar negri.
Akhirnya bapa menyadari kesalahannya dan dia mengajakku untuk menjemput mamah ke jakarta, saat kejakarta ternyata mamah berada dirumah adiknya karena mamah gagal pada tes kesehatan karena ternyata beliau sedang hamil, akhirnya bapa berhasil membujuk mamah untuk pulang. Aku merasa sangat senang karena akhirnya mamah dan bapa ga jadi berpisah malah aku akan segera mendapatkan adik bayi.
Setelah kejadian itu akhirnya bapa yang semula bekerja di SLTP menjadi staf tata usaha memutuskan untuk berhenti, dan memutuskan untuk bekerja serabutan dirumah.
Sebenarnya gubuk yang saat itu kami tempati bukan milik kita akan tetapi milik nenek dari bapa, gubuk tersebut berdindingkan geribig bambu dan terdiri dari empat ruangan, gubuk ini sangat berdekatan dengan kuburan. Karena berdekatan dengan kali akhirnya bapa memutuskan untuk membuka usaha batu split, dulu aku selalu ikut mengambil batu-batu tersebut dari kali dan setelah terkumpul di depan rumah lalu  batu-batu tersebut dibelah menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan palu. Setelah sembilan bulan berjalan akhirnya bayi dalam kandungan mamah keluar bayinya perempuan wajahnya begitu lucu dan cantik, karena saat itu ASInya kurang akhirnya dibantu dengan susu SGM ya walaupun saat itu hidup kami berkekurangan akan tetapi mau bagaimana lagi, setelah menginjak bulan ketiga ternyata ada sesuatu terjadi pada adikku perutnya kembung membesar, setelah di bawa ke  R.S umum Majalengka pihak rumah sakit bilang ini hanyalah sakit biasa, akhirnya yang semula kami berniat untuk merawat Nenden dirumah sakit,tidak jadi, setelah dua hari perut adikku masih saja seperti itu, dia juga ga pernah buang air, dan akhirnya kami membawanya ke RS. Gunung Jati, pihak dokter disana memarahi mamah dan bapa mereka bilang kenapa anak sudah segini parahnya baru dibawa kerumahsakit, pihak rumah sakit memutuskan akan mengoperasi Nenden, mamah dan Bapa saat itu hanya bisa menangis dan berdo’a, ternyata Allah berkehendak lain belum sempat dipoerasi Nenden telah menghembuskan nafas terakhir disana kami sekeluarga merasa sangat terpukul atas kepergiannya, setelah kematian Nenden kami sekeluarga begitu terpukul namun mungkin inilah jalannaya harus seperti ini.
3.      Antara Dua Pilihan
            Setelah saudara-saudara berkumpul, mamah memutuskan untuk tidak tinggal dirumah lagi, beliau lebih memilih tinggal dirumah kakanya, sampai detik itu beliau begitu marah terhadap bapa, sampai-sampai mamah mengeluarkan kata-kata yang tak pantas dilontarkan karena saat itu status mereka masih menikah, mungkin itu adalah salah satu bentuk kekecewaannya terhadap bapa, karena disakiti bukan untuk yang pertama kalinya.
Pada malam perpisahan dipondok, saat itu aku yang tengah berda didalam mesjid dan kebetulan sedang bertugas sebagai MC mendengar suara motor bapa lewat, dan setelah acara pembekalan etiket dimesjid selesai, aku langsung menuju asrama Aisyah dan ternyata bapa sudah ada disana, saat melihat wajah bapa aku begitu sedih, ini merupakan pertama kalinya bapa kepondok malam-malam dengan membawa motor, setelah bersalaman dengannya beliau menceritakan kembali apa saja yang terjadi,ternyata mamah begitu marah terhadap bapa sampai-sampai bajunya satu lemari semua disobek-sobek oleh mamah, mendengar semua itu aku air mataku jatuh berlinang, begitu juga dengan bapa saat menceritakan semuanya wajahnya memancarkan kesedihan yang teramat dalam, selain itu bapa juga bercerita bahwa beliau habis dari kuburan mencari bunga untuk dijial, ya walaupun harganya tidak seberapa, mendengar hal itu aku semakin sedih. Tepat pukul 23.00 wib bapa memutuskan untuk pulang.
Selepas bapa pulang hatiku begitu gelisah, tidurku tidak senyenyak biasanya. Tepat pukul 02.00 aku pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dalam sujud panjangku ku meminta kepada Allah agar kedua orangtuaku tidak berpisah, dan bisa kembali  bersama lagi, aku sedih apabila mereka jadi berpisah bagaimana dengan aku, dengan adikku yang saat itu baru duduk di kelas 2 SD, anak seusia itu masih membutuhkan kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuanya. Setelah mendengar semua kejadian ini ga bisa di pungkiri kalo hati aku begitu sedih dan sakit.
Besok adalah perpulangan dari pondok. Aku bingung harus pulang kemana, bapa menyuruhku pulang kerumah, sementara mamah menyuruhku pulang kerumah uwa, namun setelah dipertimbangkan akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah saja. Sesampainya dirumah aku lalu pergi kerumah uwa untuk menemui mamah, mamah menyuruhku untuk tinggal disana selama liburan, dan akhirnya aku tinggal dirumah uwa karena memang sebelumnya aku lebih dekat dengan mamah dibandingkan dengan bapa. Namun setiap mandi pagi atau sore akau selalu pulang kerumah, berbeda dengan adikku lihan walaupun mamah selalu memenuhi setiap keinginannya akan tetapi dia lebih sering besama bapa.
4.      Hari Kemenangan tanpa Kebersamaan
Saat malam idul fitri tiba suara takbir berkumandang dimana-mana, malam itu hatiku begitu sedih karena ini merupakan pertama kalinya kami melewati malam idul fitri berpisah seperti ini, saat malam idul fitri tersebut berkali-kali bapa mengirimkan pesan singkat terhadap mamah melalui handphone namun tak satupun yang mamah baca, semua sms tersebut langsung mamah hapus begitu saja, padahal malam-malam sebelumnya pun bapa sering mengirimkan sms namun tetap sajatak satupun sms bapa yang  mamah hiraukan. Malam itu bapa berkeliling dari mulaia rumah orang tuanya, orang tua mamah, sampai kerumah uwa untuk meminta maaf akan tetapi saat di rumah uwa bapa ingin bertemu mamah, mamah sama sekali tidak menghiraukannya dan tidak menemuinya sama sekali.
Tepat setelah shalat idul fitri aku semakin sedih, aku sedih karena tidak bisa merayakan idul fitri dengan keluarga yang utuh. Akhirnya setelah dua minggu berlalu aku kembali ke pesantren setidaknya aku merasa sedikit tenang disana, dibandingkan dirumah. Dipondok aku bercerita kepada sahabat-sahabatku apa yang sebenarnya tengah terjadi dalam keluargaku.
Mereka kaget mendengar semua ceritaku, bahkan ada yang sampai menangis mendengar aku bercerita.
5.      Kepergian Mamah
Baru 2 minggu aku berada dipondok, aku sakit badan aku meriang setiap malam, bahkan suhu tubuhkupun tinggi, teman-teman panik melihat aku sakit mereka memutuskkan untuk bergantian menjagaku, aku sanagat terharu ,meliahat kebaikan mereka, mereka begitu perhatian terhadapku, karena semakin hari suhu tubuhku tak kunjung turun akhirnya mereka memutuskan untuk menghubungi bapaku, setelah mendengar kabar aku sakit bapa langsung menjemputku kepondok, karena pada saat itu bapa sampai di pondok jam 18.00 wib, akhirnya ustadzah dan teman-temanku menyarankan agar aku pulang besok pagi saja karena udara diluara sana kuranga baik, anginnya lumayan kencang, dana akhirnya bapa pun memutuskan untuk pulang besok saja, tepat malam itu aku meliahat bapa tidur disampingku hanya beralaskan karpet, dan tanpa selimut padahal udara malam itu begitu kencang.
Dipagi yang dingin itu, akhirnya aku dan bapa memutuskan untuk pulang saat itu juga, karena belum sarapan ditengah jalan bapa mengajaku untuk berhenti di warung bubur ayam. Saat tengah makan bapa bilang padaku, kalau aku ga akan dibawa pulang kerumah, karena dirumah ga ada yang bakalan ngurusin aku, padahal dari jenis penyakit aku ini, sangat membutukhan perhatian dan pengobatan yang cukup serius dan bapa bilang bahwa akan dirawat oleh adiknya (bibiku).
Sesampainya dirumah bibi aku langsung beristirahat, bibi begitu telaten merawat dan menjaga aku dia merawat aku seperti anaknya sendiri. Saat itu sebenarnya mamah berda dieumah uwa akan tetapi bapa sama sekali tidak memberitahu apa yang sebenarnya terjadi sama aku, akan tetapi bibi menyuruh bapa untuk mengabari mamah kalau amy sakit dan sekarang tengah berada dirumahnya, akhirnya bapa pun mengabari mamah dan menceritakan kalau amy  sedang sakit dan sekarang berada dirumah bibi, mendengar kabar tersebut mamah kaget dan langsung menemui aku dirumah bibi, tepat pukul 07.00 wib, mamah menagis saat melihat aku, dan berkata “kaka kenapa samapi sakit kaya gini, kaka jangan banyak pikiran”, aku sama sekali tak kuasa menahan tangis, disitu aku langsung menagis dan memeluk mamah, dalam hati kecilku berkata “aku sayang mamah, aku ga mau mamah sama bapa berpisah”. Dari pagi hingga malam mamah dengan setia menemaniku, dia berada disamping aku, akan tetapi tiba-tiba bapa datang dan menghampiri kami berdua, dengan spontan mamah berucap “ini semua gara-gara kamu”, karena kesal bapa langsung menjawab “udahlah kamu masih saja menyalahkanku”, mamahpun kembali menjawab “memang benarkan”, mendengar perbincangan mamah dan bapa yang mamanas seperti itu bibi langsung masuk kamar dan berkata ‘‘sudahlah, udah tau amy sakit kalian masih saja berantem didepannya”, disitu akupun kembali menagis, dan akhirnya demi menjaga suasana bapapun keluar dari kamar dan pergi entah kemana.
Setelah bapa pergi mamah berkata “kaka sebenarnya malam ini mamah harus berangkat”,
” berangkat kemana ?” jawabku, “sebenarnya mamah mau pergi keluar negeri dan besok itu pergi kejakarta untuk mendapatkan pelatihan terlebih dahulu”.
“mamah jangan pergi’’ ucapku dengan lirih
“Sayang mamah pengen nenangin diri, lagian percuma mamah disini yang ada bakalan berantem terus sama bapa” ujar mamah sambil menagis.
Saat itu juga aku langung memeluk mamah “mamah jangan pergi amy sayang mamah” ujarku
“iya sayang” kamu berdua langsung berpelukan, aku ga mau kalo seandainya itu adalah pelukan terakhir mamah bagi aku, saat itu aku semakin sedih, kenapa semua ini terjadi begitu cepat, rasanya ini adalah sebuah mimpi buruk bagi aku, ingin rasanya aku segera bangun dari mimpi buruk ini.
Ternyata mamah benar-benar pergi malam itu juga, dan itu artinya aku ga bakaln ketemu  mamah  untuk waktu yang cukup lama.
Seminggu setelah kepergian mamah, kondisi akupun cukup membaik, dan akupun meminta bapa agar segera mengantarkanku kembali kepesantren.
6.      Kembali ke Pesantren
Setibanya dipondok, aku terlehat sering murung, kadang disaat anak-anak yang lain pergi kekantin aku malah pergi kekamar dan meanagis, kini yang dulu emang aku orangnya cengeng, dengan kejadian ini aku semakin cengeng danlebih sering menangis, dan untunglah ternyata disana banyak sekali orang-orang yang sayang sama aku, yang perhatian sama aku, dan selalu bersedia mendengarkan segala rasa gundah dihati aku, bahkan ustadzahpun ada yang samapai nangis dan selalu perhatian sama aku.
7.      Bertemu dengan Mamah
Tiga bulan berlalu dan ternyata mamah akkhirnya akan segera pergi ke Taiwan, dua hari sebelum mamah pergi, mamah menelfon bapa dan memintanya agar datang kesana sekaligus mengajak  aku, juga Lihan adikku, karena mungkin setelah itu kita ga bakalan bertemu dengan mamah untuk waktu yang cukup lama, dan akhirnya bapa mengajak aku juga lihan untuk pergi ke Jakarta ketempat penampungan TKI tempat yang selama ini  mamah tempati, karena saat itu bapa tak mempunyai pekerjaan apapun, akhirnya untuk pergi kesana pun bapa meminjam dari salah satu saudara, tepat pukul 23.00 wib bapa sampai dipondok, sebelum berangakt kami makan terlebih dahulu diteras asrama, rasnya sedih sekali malam-malam seperti ini  bapa jauh-jauh dari rumah, sampai bela-belain jemput aku, agar aku juga Lihan bisa bertemu dengan mamah.
Tepat pukul 06.00 wib kita sampai ditempat penampungan TKI tempat dimana mamah saat ini berada, setibanya disana kami langsung mendatangi pusat informasi, agar segera menghubungi mamah, dan tak lam kemudian mamahpun segera turun kelantai dasar, melihat keadaan mamah saat itu aku begitu kaget kini badanya kurus, dari matanya masih terpancar kesedihan, dan satu yang bikin aku semakin sedih kini mamah tidak mengenakan jilbab lagi, mungkin itu afdalah tuntutan dari pihak PT, aku langsung diajak mamah menuju  lanati atas, lantai dimana mamah dan  calon TKI lainnya tidur dan juga beraktivitas, sesampainya disana tak henti-hentinya mataku menangis, aku kasian sama mamah ternyata selama ini tinggal ditemapat seperti ini, saat itu aku meminta  mamah agar mengantarkan aku kekamar mandi, dan aku begitu kaget melihat keadaan kamar mandinya ini sungguh tak layak.
Tepat pukul 11.00 wib, aku, ayah dan juga adikku memutuskan untuk pulang, sebenarnya mamah melarang aku untuk pulang sekarang dia meminta aku untuk mengantarkannya ke bandara besok, akan tetapi aku menolak, karena saat itu sedang ada kegiatan di pondok yang lumayan penting dan tidak bisa aku tinggalkan, saat berpamitan sama mamah air mataku kembali mengalir dengan sendirinya,
“mamah hati-hati ya disana, jaga kesehatan, dan jangan lupa untuk memberi kabar kalau udah sampai disana” ujarku lirih.
‘’iya sayang, kaka juga harus jaga kesehatan disini, yang rajin belajarnya dan jangan lupa do’ain mamah agar selalu sehat”
(mamah dan akupun berangkulan begitu erat, aku sungguh sedih aku ga mau mamah pergi, tapiiii semuanya harus seperti ini),
“Lihan baik-baik ya disini, jangan nakal, dan do’ain mamahnya’’ ucap mamah kepada adikku, (mamahpun merangkul lihan dengan erat), Lihan yang saat itu masih duduk di kelas 2 SD sama sekali tidakmeneteskan air mata, mungkin karena dia masih kecil dan masih belum terlalu mengerti apa yang sebenaraanya telah terjadi, mamah pun ternyata berpamitan dengan bapa,
“pa nitip anak-anak ya dan jaga mereka’’, ucap mamah terhadap bapak
“iya mah, mamah juga baik-baik ya disana” sebelum pergi bapa mencium kening mamah terlebih dahulu, padahal saat itu status mamah dan bapa bukanlah suami istri, dari gerak-gerik mreka berdua aku dapat menyimpulkan, bahwa sebenarnya mereka berdua, masih saling menyayangi satu sama lain, terlebih rumah tangga yang telah mereka jalani itu kurang lebih 25 tahun, itu merupakan waktu yang cukup lama.
8.      Mengenang saat-saat indah
Setibanya di pondok setelah kepergian mamah, aku menjalani kembali hari-hariku sebagai seorang santri. Tidak aku pungkiri hatiku sering merasa cemas terhadap mamah. Saat itu aku duduk dikelas 3 SMA yang harusnya aku semangat bekajar, tapi pikiranku sering tidak fokus terhadap pelajaran, selain memikirkan mamah akupun memikirkan biaya bagaimana melunasi tunggakan sppku saat itu yang telah mencapai 3 juta rupiah. Aku bingung darimana bapa bisa bayar sppku kerena saat itu bisnis atau usahanya sedang bangkrut. Akhirnya tidak aku sangka setelah 3 bulan berada di Taiwan mamah memberi kabar terhadap aku juga bapa, serta uwa. Ternyata mamah disana sehat bahkan berniat ingin mengirimi ku uang untuk melunasi sppku saat itu.
 Alur ceritera ini memang terdengar loncat loncat dan terpotong-potong, sama seperti lakon keluargaku yang seperti dipenggal dan terpenggal antara kebahagiaan dan penderitaan, endingnya seperti apa kuyakini itu rahasia, Yang Punya Rahasia Kehidupan.
Memoriku berlabuh pada masa empat, tiga tahun yang lalu dimana banyak saat indah dan saat hampir semua kebutuhan kami bisa terpenuhi. Meskipun dengan merangkak pelahan tapi pasti kehidupan keluarga semakin membaik. Dari pernah jadi pengumpul batu kali dipikul dan dibelah untuk dijadikan split untuk selanjutnya dijual, bapak merintis usaha jasa percetakkan dan berkembang lumayan bagus, selain itu bapak menjalin kerjasama dengan seorang notaris sebagai broker akte dan sertifikat tanah. Dan dari usahanya itu bapak bisa membeli kendaraan roda empat, walau hanya sebuah mobil feroza tua, sebelumnya pun bapa juga pula sudah mampu membeli sepeda motor, selama kurang lebih dua tahun itu aku akui hidup aku berkecukupan perabot rumah pun sudah mulai penuh, dari barang-barang antik seperti guci-guci, hingga beberapa alat-alat elektronik. Bahkan tak jarang kami sekeluarga makan malam diluar sambil berjalan-jalan menikmati keramaian di pusat-pusat perbelanjaan, tapi walaupun hidup berkecukupan seperti ini orangtuaku tidak pernah lupa setiap bulannya untukmenyisihkan penghasilannya untuk infaq kepada beberapa janda disekitar rumah ataupun anak-anak yatim.
Sebagai orang tua tentulah orangtua bapak ataupun mamah merasa senang melihat anak dan cucunya hidup bahagia dan berkecukupan, setiap pulang selepas pergi berjalan-jalan bapa dan mamah selalu menyempatkan untuk membawa, oleh-oleh untuk nenek terutama nenek dari pihak mamahku.
            Saat aku masih berada dipondok orangtuaku pun sering sekali menjengukku, membawakan makanan kesukaanku, dan juga membelikan baju ataupuk kerudung baru untukku, aku merasa sangat senang sekali aku begitu merasa beruntung, mempunyai kedua orangtua yang sangat sayang, dan juga perhatian terhadapku.  
Dan walaupun kini semuanya telah berubah, berputar, dimana kehidupan keluargaku, tidak seperti dulu, tapi aku merasa kasih sayang mamah ataupun bapa tidak berubah bahkan aku merasa mereka semakin perhatian terhadapku, dan juga Lihan adikku.
9.      Saatnya Perpisahan
Empat bulan berjalan akhirnya tibalah saatnya pada acara perpisahan, di pondok. Acara perpisahan ini, sebenernya begitu penting semua wali santri akhir diwajibkan untuk datang, karena pada acara ini setiap santri dan kedua orang tuanya akan dipanggil ke atas panggung dan bersalaman dengan keluarga besar pondok. Saat namaku dipanggil aku hanya ditemani bapa naik keatas panggung. Saat itu hatiku begitu sedih. Andai mamah ada disini pasti beliau akan menemaniku keatas panggung untuk menemaniku menerima piagam dari pondok.
Selepas lulus SMA aku bertanya pada bapa “Pa , bagimana kalau amy kerja saja’’
“sebenarnya bapa, ingin amy kuliah tapi keadaan bapa masih seperti ini” ucapnya kepadaku
“iya pak, amy ngerti ko bapa ingin amy kuliah, tapi kan keadaan ekonomi kita kurang memungkinkan” jawabku pada bapa.
Ternyata saat kami tengah mengobrol, tiba-tiba saja handphone bapa berbunyi, dan ternyata itu dari mamah.
“Assalamu’alaikum”
“waalaikumsalam” jawab bapa
“pa bagaimana kabar bapa, lihan, juga amy” tanyanya dengan pelan
“Alhamdulillah mah kami sehat, malah sekarang bapa sedang bersama amy, barangkali mamah ingin berbicara dengannya”
Aku pun berbicara dengan mamah “Assalamu’alaikum mamah”
“Waalaikumsalam, kakak sehat?” tanya mamah kepadaku
“Alhamdulillah mah sehat, mamah amy kangen mamah’’ jawabku
“Iya ka, mamah juga kangen banget sama kaka, juga sama lihan. Owh iya kaka mau lanjut dima?’’ tanya mamah kepadaku
“Amy ga kuliah  tahun ini, mah. Mungkin tahun depan saja” jawab ku dengan pelan
“Kenapa sayang?, Kakak tau gak, mamah itu bela-belain kerja diluar negri itu biar kakak sama Lihan, bisa sekolah yang tinggi. Pokonya kakak harus kuliah” ujar mamah kepadaku.
“Tapi mah, hutang-hutang kita kan masih banyak, masih harus banyak yang mamah fikirkan dan bayarin, selain kuliah amy” jawabku sambil menahan tangis.
“Udah pokoknya kakak mesti nurut apa kata  mamah, malah mamah mau kakak kuliah di Analis kesehatan” jawabnya dengan tegas
“Baiklah amy akan kuliah mah” jawabku pelan.
Akhirnya pembicaraanku dengan mamah pun berakhir, disitu aku begitu bingung, aku tahu mamah bermaksud baik, menyuruhku masuk analis kesehatan. Tapi butuh biaya yang cukup banyak untuk bisa kuliah di jurusan itu.
Ternyata bukan hanya mamah, bapa ku pun akhirnya menjadi semangat beliau ingin aku juga bisa kuliah tahun ini. Bahkan saat itu beliaulah yang mencarikan informasi untukku tentang beberapa kampus, karena saat itu aku masih harus berada dipondok.
Suatu hari, bapa mendatangi kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dan akhirnya beliau mendapatkan informasi bahwa ada jalur yang bernama PMDK. Bapa menyarankan aku agar mencoba masuk lewat jalur tersebut.
Aku begitu kagum, melihat perjuanagn bapa. Beliau dengan semangat menyiapakan segala persyaratn yang harus akau bawa untuk Test PMDK, bahakan beliaupun yang mendaftarkanku ke kampus, karena saat itu aku masih tidak boleh keluar dari pondok. Ketika waktu test PMDK tiba aku meminta izin kepada bagian pengasuhan pondok, agar bisa mengikuti test di Cirebon. Akhirnya ustdzah pun memberikan izin kapadaku untuk mengikuti test di Cirebon. Karena tidak tahu di mana tempat testnya, akupun dianter oleh bapa.
Disana ternyata sudah banyak peserta yang datang. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya tibalah bagian aku untuk masuk kedalam ruangan, untuk diwawancarai. Selesai wawancara aku dan bapa memutuskan untuk pulang. Bapa saat itu begitu optimis aku bisa lulus dalam test PMDK tersebut. Dua minggu setelah itu akhirnya pengumuman pun keluar, karena aku masih berada di pondok akhirnya bapa lah yang melihat pengumuman hasil test tersebut. Dan alhamdulillah ternyata aku lulus. Pada pengumuman tersebut tercantum bahwa registrasi atau daftar ulangnya, dibuka selama 3 minggu.
Waktu pun kembali bergulir, hari demi hari kian berganti, karena mamah tidak kunjung mengirimi aku uang untuk registrasi akhirnya waktu daftar ulang pun habis. Saat itu sebenarnya bapak ingin sekali segera registrsi, akan tetapi keadaan usahanya yang saat itu tengah krisis bahkan tidak berjalan, membuatnya tidak bisa melakukan registrasi atau daftar ulang ke kampus. Akhirnya aku pun pasrah, tapi sebenarnya dalam hati  kecil aku, aku ingin kuliah aku masih ingin belajar, aku masih ingin mendapatkan ilmu lewat bangku perkuliahan.
Ternyata Allah mendengar do’a aku. Dua minggu setelah itu mamah mentransefer uang untuk biaya kuliahku, dan juga untuk melunasi beberapa hutangnya. Walaupun telat akhirnya aku juga bapa mendatangi kampus untuk registrasi. Tapi, saat itu pihak kampus tidak menerima karena kami telah telat selama dua minggu. Dan pihak kampus pun menyarankan agar aku mengikuti test kembali lewat jalur SPMB mandiri.
Aku pun mengikuti saran pihak kampus, untuk mengikuti test SMPB mandiri, aku juga ternyata harus menyipakan berkas-berkas, serta mengisi formulir kembali. Selain itu aku juga harus kembali membayar uang pendaftaran sebesar 150.00. Setelah mengikuti rangkaian test SPMB mandiri yang  berlangsung, dua minggu setelah aku melakukan pendaftaran. Setelah dua hari menjelang pengumuman, tiba-tiba saja ada pihak kampus yang menghubungi bapa, kalau aku diberi kesempatan untuk registrasi ulang, tapi pihak kampus hanya memberi aku waktu dua hari.
Dengan bermodalkan nekat, akhirnya aku juga bapa datang ke kampus. Bapa meminta kebijakan kepada pihak kampus, agar bisa memberi waktu kepada kami, agar bisa melunasi pembayaran, daftar ulang. Saat itu pihak akademik, hanya bisa menyarankan bapa untuk menemui rektor  III agar bisa diberikebijakan. Aku dan bapa pun akahirnya menemui rektor III di ruangannya, saat itu aku begitu kagum melihat bapa, begitu gigih memperjuangkan agar aku bisa kuliah, aku begitu terharu, sampai-sampai aku meneteskan air mata. Tapi, untunglah bapa tidak melihat aku menangis. Dengan memakai pakaian sederhana dan juga, sandal jepit lusuh akhirnya bapa juga aku bertemu bapa rektor III. Saat itu bapa juga aku, bertemu dengan bapa rektor, hanys sebentar. Alhamdulillah, ternyata setelah berbicara, dan menceritakan prestasi, serta kesungguhan aku untuk kuliah, bapa rektor III menyetujui agara aku juga bapa, diberi senggang waktu untuk melunasi pembayaran, selama beberapa hari.
Ternyata, Allah kembali mendengar do’aku. Setelah beberapa hari aku bisa melunasi biaya daftar ulang. Akhirnya aku pun kini, bisa merasakan belajar di bangku perkuliahan. Sempat saat awal pembelajaran, aku berfikir ingin kuliah hanya satu semester saja. Fikiran itu, timbul saat aku mulai repot menghadapi banyak tugas, sementara aku tak punya fasilitas untuk menunjang belajarku  itu, padahal saat itu selam satu minggu 3 kali aku harus menyusun laporan praktikum, tapi flasdisk pun aku  tak punya, padahal untuk semua itu, dibutuhkan uang untuk untuk print laporan, ya walaupun memang itu membutuhkan uang yang tidak banyak. Tapi saat itu, aku betul-betul sering tidak meiliki uang sama sekali, untuk makan pun kadang tidak ada.
Tapi, sungguh Allah memang maha adil dan bijaksana. Kakak dari mamahku mengerti kebutuhan, seorang mahasiswa. Beliau memberikan pinjaman uang, dan menyuruh aku untuk membelikannya pada netbook, juga flasdik. Subhanallah mendengar kabar tersebut, aku merasa kaget dan merasa benar-benar bersyukur. Kini aku semakin bersemangat menuntut ilmu, walaupun dengan kondisi ekonomi yang masih seperti ini, aku yakin jika kita memiliki keyakinan dan keinginan yang kuat, pasti Allah akan memberikan jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar